SMART PARENTING SD IT ASSA'ADAH JKT


Bina Kreatif Talk about…

PERAN ORANG TUA DAN GURU DALAM
MENYIKAPI PROBLEM ANAK DI SEKOLAH
Disusun oleh: Tim BINA KREATIF



Disuatu kesempatan konsultasi, kami pernah menjumpai seorang ibu yang merasa kebingungan dengan tingkah anaknya yang sekarang duduk di kelas 2 SD. Masalahnya si buah hati, sebut saja namanya Ari sudah hampir sebulan ini mogok sekolah dan terkesan malas – malasan belajar. Padahal menurut sang ibu, Ari dulunya termasuk anak yang pandai. Ia mulai bisa membaca dan berhitung pada usia 3 tahun. Ketika Ari mengikuti psikotes kecerdasan, nilai IQnya tergolong tinggi dan masuk dalam kategori Very Superior. Di TK dulu, Ari meraih predikat anak berprestasi dan termasuk anak yang paling menonjol dibandingkan teman – teman lainnya. Suatu kondisi yang menurut orang tuanya, Ari akan sanggup melewati masa- masa pendidikan di SD dengan mudah. Wajar saja orang tua Ari menjadi bingung dengan kenyataan yang ada saat ini. Ketika kami adakan observasi lebih lanjut, terungkap kalau Ari sudah masuk ke SD ketika masih berusia 5 tahun. “ Habis gimana ya Pak Win…….. kan sayang kalau anak sepandai Ari harus nganggur setahun untuk masuk SD. Apalagi saat itu Ari sangat semangat sekali ingin sekolah.”

Tugas pengasuhan anak dan pendidikan anak yang paling utama sebenarnya adalah di rumah. Keluarga adalah teladan bagi anak untuk mempelajari segala sesuatu baik yang bersifat akademis maupun non akademis, yang bersifat verbal maupun non verbal. Orang tualah yang bisa bertindak sebagai observer,guru,pengasuh,dan pendidik yang baik bagi anak anaknya. Orang tua paling tahu sifat dan karakter anak,kelebihan dan kekurangan anak sehingga sebagai orang yang pertama paham bagaimana cara memperlakukan anak. Pola asuh yang diterapkan orang tua di rumah secara tidak langsung akan berimbas ke lingkungan sekolah.
Lalu bagaimana agar terjadi keselarasan antara pendidikan anak di sekolah dan dirumah? Yang paling penting adalah adanya komunikasi yang baik antara pihak sekolah terutama guru kelas dengan orang tua.

Tugas pendidikan anak tidak bisa dibebankan sepenuhnya ke sekolah. Memasukkan anak kesebuah sekolah tidak seperti menitipkan bahan kain ke penjahit yang setelah menjadi sebuah baju bisa langsung dipakai. Begitu orang tua memutuskan akan memasukkan anaknya ke sebuah sekolah, saat itu pula sudah ada komunikasi antara sekolah dan orang tua. Pihak sekolah sudah harus terbuka mengenai materi pelajaran, sistem pengajaran dan fasilitas apa saja yang akan diberikan selama kegiatan sekolah berlangsung. Pihak sekolah bertanggung jawab untuk memberikan cara- cara belajar kepada anak- anak dan orang tua bertanggung jawab membantu belajar anak dan memberi motivasi kepada anak.

Dibutuhkan kerjasama yang baik antara orang tua dan sekolah. Mungkin kerjasama yang diharapkan tidak mudah untuk dilaksanakan. Hal ini bisa saja karena keterbatasan waktu pertemuan guru dengan orang tua bisa karena kedua orang tua bekerja ataupun karena faktor orang tua tunggal.
Orang tua perlu mengetahui target pencapaian pendidikan disekolah, untuk kemudian berkolaborasi dengan guru mendorong anak mencapai target yang diinginkan. Contoh sederhana seperti yang dialami Fira (nama samaran) berumur 6,7 tahun seorang murid kelas 1 Sekolah Dasar. Waktu di TK dulu, Fira termasuk anak yang mandiri. Namun entah mengapa diawal masuk Sekolah Dasar Fira tidak mau ditinggal ibunya. Ibu harus tetap berada di sekolah dan berdiri di balik jendela supaya terlihat olehnya. Kondisi ini sempat berjalan 3 bulan. Setelah ditelusuri ternyata Fira termasuk anak yang agak lambat beradaptasi dengan lingkungan baru dan akibat pengaruh pola asuh orang tua yang sedikit otoriter. Fira mengalami krisis percaya diri. Kondisi ini diperparah karena guru kurang tanggap menyikapi permasalahan anak. Guru menganggap ini adalah hal yang wajar mengingat secara akademis Fira tidak mengecewakan dan dari sisi usiapun sudah cukup matang. Akhirnya kami berusaha mempertemukan kedua pihak untuk saling berkomunikasi. Menghadapi kondisi seperti ini guru sebaiknya memulai insiatif untuk berkomunikasi dengan orang tua dan bersama sama mencari jalan keluar permasalahan tersebut. Akhirnya sedikit demi sedikit orang tua Fira berusaha mengubah pola asuh dan cara berkomunikasi dengan anaknya. Bu Guru pun lebih intensif melakukan pendekatan personal ke Fira. Sesekali Bu Guru berkunjung ke rumah Fira atau sekedar menyapa lewat telepon. Akhirnya sedikit demi sedikit rasa percaya diri Fira mulai muncul. Proses ini memang membutuhkan waktu dan tidak bisa instan. sebulan kemudian Fira menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Fira sudah mau ditinggal disekolah sendiri bahkan Bu Guru senang karena Fira sudah berani mengungkapkan keinginan dan perasaan kepada Bu Guru. Suatu pencapaian yang tentu saja melebihi target yang diinginkan.

Untuk masuk ke tingkat Sekolah Dasar setiap anak harus memiliki tingkat kematangan yang cukup. Bagi anak- anak yang baru saja meninggalkan bangku TK, masuk ke SD rasanya sama saja seperti maju ke medan perang. Bayangkan saja, mereka harus beradaptasi dengan lingkungan sekolah yang baru, teman- teman yang baru, dan Bu Guru baru yang mungkin saja tidak seramah Bu Guru yang ada di TK. Di SD anak sudah tidak boleh ditunggui oleh orang tua, dan dalam mengerjakan tugas dikelas sudah tidak boleh dituntun oleh Bu Guru,kalau ada PR tidak boleh dikerjakan oleh orang tua, dan banyak hal lagi yang dialami anak. Tidak heran bahwa bulan- bulan pertama masuk kelas satu sebenarnya merupakan bulan depresi bagi anak.

Kemampuan dalam hal kognitif, sosial, skolastik dan fisik pada dasarnya bisa dilatih dengan cepat, namun lain halnya dengan kemampuan emosi. Kematangan emosi tidak bisa di “karbit” karena perkembangannya sejalan dengan pertambahan usia anak. Oleh karena itu bagi orang tua yang ingin memaksakan anaknya masuk SD padahal usianya belum cukup dan kondisi emosionanya belum matang,akan menemukan dampak- dampak yang cukup menyulitkan bagi anak maupun orang tua.

Beberapa dampak yang sering muncul adalah:

1. Anak tidak mau ditinggal orang tua.
2. Anak tidak mandiri dan bergantung pada bantuan guru dalam menyelesaikan tugas-tugas disekolah. Padahal perhatian guru dikelas terbagi untuk anak- anak yang lain. Akibatnya anak tidak pernah sanggup menyelesaikan tugas tugas di sekolah.
3. Kesulitan dalam hal belajar. Kemungkinan anak mampu menyelesaikan tugas, namun karena anak sudah mengalami masa sulit di awal menyebabkan anak merasa terbebani dan kesulitan menyerap materi pelajaran.
4. Sulit menyesuaikan diri dengan teman- teman di kelas.
5. Mogok sekolah dan membolos. pada waktu tertentu anak merasa jenuh dengan kegiatan belajarnya karena beban berat dalam menyelesaikan tugas- tugas sekolah, maupun tuntutan dari orang tua yang selalu menginginkan anaknya meraih prestasi disekolah, atau ketidak mampuannya dalam membina hubungan dengan teman-temannya. Kondisi ini sering muncul ketika anak memasuki kelas tiga.
6. Muncul kenakalan yang bersifat dekstruktif. Ketidak mampuan anak disekolah menjadikan anak mencari pelampiasan yang bisa menarik perhatian. Sayangnya bentuk cari perhatian ini kearah yang negative. Ini terjadi karena anak ingin menunjukkan bahwa ia bisa berkuasa terhadap teman- temannya.Muncullah perilaku suka mengganggu teman, memalak, menindas teman, dll.

Kita semua tidak mau ini terjadi pada anak- anak kita bukan? mulai sekarang mungkin kita harus lebih jeli dan obyektif melihat kemampuan dan kebutuhan anak kita. Jika kita melihat anak kita belum memenuhi persyaratan emosional, tidak ada salahnya menunda usia masuk SD. Tidak perlu malu atau khawatir anak kita tertinggal dari teman- temannya yang lain. Karena langkah ini merupakan langkah terbaik yang bisa diambil. Dengan menunda waktu masuk SD, maka anak jadi punya waktu lebih untuk mengembangkan potensi dirinya dan lebih siap mengikuti pelajaran di SD. Bukankah awal yang baik akan membuka peluang bagi anak untuk lebih berprestasi disekolahnya kelak.
Untuk orang tua yang sudah terlanjur memasukkan anak kejenjang SD dalam kondisi emosional yang belum matang, ada beberapa solusi yang bisa dicoba:
1. Tidak memberi tuntutan yang terlalu tinggi kepada anak. Banyak orang tua yang secara tidak sadar menetapkan standar tinggi untuk prestasi anaknya. Contohnya, nanti kalau kamu dapat rangking 5 besar, mama/papa akan membelikan mainan kesukaanmu. Tapi apa yang terjadi ketika anak tidak bisa mencapai target tersebut? Tidak ada hadiah maupun penghargaan atas jerih payahnya selama ini. Apa yang seharusnya ibu/bapak lakukan? Segera beri reward tanpa harus menunggu hasil “rangking 5 besar”, tetapi langsung saat anak sudah menunjukkan usaha maksimal untuk belajar. Jangan ragu memberikan pujian sekecil apapun usaha positif yang telah ia tunjukkan.
2. Beri motivasi terus menerus, yakinkan anak bahwa ia bisa. Kalaupun ia tidak mampu masih ada ayah dan ibu yang siap membantu.
3. Jadilah sahabat untuk anak. Kita dikatakan berhasil menjadi sahabat bagi anak kalau anak dengan leluasa menceritakan segala hal kepada kita tapa takut dimarahi ataupun dipojokkan. Kalau masih ada yang disembunyikan berarti kita hanya sebatas teman bagi anak.Memang susah menjadi sahabat bagi anak kita ya….. tapi tidak ada salahnya kan kalau mulai detik ini kita coba.Karena bagaimanapun anak butuh orang yang bisa memahami perasaannya disaat ia merasa sedih, cemas ataupun takut.
4. Lakukan pendekatan personal oleh ayah. Kedekatan anak dengan ayah biasanya mampu mestabilkan kondisi emosional anak yang sedang “down”.
5. Pahami gaya belajar anak. Apakah anak kita Style Studynya Visual Style, Auditori Style atau Kinestetik Style.Begtu juga dengan gaya pemrosesan otak anak, apakah Analitik atau Holistic. Dengan memahami cara belajar anak kita, diharapkan kita dapat membantu dan lebih memahami kondisi anak saat belajar.
6. Jangan ragu untuk membina hubungan dengan guru disekolah. Sering berdialog dengan guru tentang kondisi anak akan sangat membantu mengatasi kesulitan anak dikelas. Orang tua tidak bisa menyerahkan tugas mendidik anak 100% kepada guru. Ingat bahwa orang tualah pendidik anak yang utama.
7. Ketika semua usaha sudah dilakukan, jangan pernah berpikir hasilnya akan muncul dengan tiba- tiba. Semua mengalami proses yang cukup memakan waktu. Keberhasilan program tidak lepas dari seberapa intensifnya orang tua, guru dan orang- orang disekitar anak berusaha.

Ayah ibu………,harus diakui Guru di sekolah tidak mempuyai cukup waktu untuk mengoptimalkan setiap aspek kecerdasan anak. Dengan waktu belajar yang singkat dan jumlah murid yang harus ditangani. Untuk itulah kerjasama yang sinergis antara orang tua dan guru harus ditingkatkan.
Sekolah yang baik perlu menerima secara terbuka saran dan kritikan dari orang tua. Karena dengan adanya saran maupun kritikan dari para orang tua menandakan para orang tua peduli terhadap proses pendidikan disekolah tersebut.
Tetap semangat , kreatif dan sabar

Bina Kreatif 2009

SEPUTAR PROBLEMATIKA ANAK


Mama … aku nggak mau belajar , aku capek…
Para orang tua dan guru yang berbahagia, suatu hari saya pernah diminta menjadi pembicara oleh salah satu pengelola TK yang ingin menyelenggarakan program parenting kepada para orangtua muridnya. Tema yang diambilnya waktu itu ada CALISTUNG kependekan dari Baca, Tulis dan Hitung. Saya bertnya pada penyelenggara, apa yang diharapkan dari saya melalui tema ini?
Begini, kami ingin memberikan pemahaman pada para orang tua bahwa di sekolah ini, kami belum mengajarkan Baca, Tulis dan hitung kepada anak di usia yang sangat dini. Namun masalahnya, para orangtua tetap saja ngotot dan terus meminta anaknya agar diajari Baca, Tulis dan Hitung.
Kemudian saya bertanya lagi, “apa alasan para orang tua meminta anaknya diajari Baca, Tulis dan hitung?”
Karena hampir semua sekolah dasar mewajibkan anak kelas 1 yang baru mendaftar harus sudah bias Baca, Tulis dan hitung.
Para orangtua dan guru yang berbahagia, saya tidak pernah lupa kejadian ini. Saya juga heran dari mana asal-usulnya, mengapa setiap sekolah dasar mewajibkan siswa baru kelas satunya bisa CALISTUNG. Padahal jika kita bandingkan dengan pendidikan - pendidikan anak usia dini yang ada di Negara - negara maju, sama sekali tidak ada kewajiban semacam ini. Program untuk anak usia dini mayoritas adalah bermain. Karena bermain, bagi anak-anak, sama dengan belajar. Mereka baru diperkenalkan Baca, Tulis dan Hitung pada kelas tiga sekolah dasar (Elementary).
Secara ilmiah, baru-baru ini saya membaca bahwa anak usia dini baru bisa memfokuskan organ visualnya pada objek tiga dimensi, oleh karenanya, alat-alat pembelajaran anak usia dini yang baik adalah berbentuk tiga dimensi. Apabila anak usia dini dipaksa untuk belajar CALISTUNG yang pada umumnya menggunakan objek dua dimensi atau tulisan di papan tulis, maka si anak akan mengalami gangguan organ visual pada usia yang lebih muda.
Para orang tua dan guru yang berbahagia , tahukah anda mengapa sekolah-sekolah yang ada di Negara maju tidak menekankan pada aspek Baca, Tulis dan Hitung, melainkan lebih menekankan pada aspek pengembangan kreativitas dan kemampuan berpikir / nalar anak?
Menurut penelitian ilmiah, secara global kemampuan otak manusia yang berkaitan dengan pembelajaran terbagi menjadi tiga hal besar. Pertama adalah kemampuan kreatif, kedua adalah kemampuan berfikir / nalar, dan ketiga adalah kemampuan mengingat.
Dari ketiga kemampuan ini, kemampuan mengingat merupakan kemampuan alami yang berifat pelengkap, sementara kemampuan kreatif dan berfikir mrupakan kemampuan utama dan vital yang akan membantu anak untuk mencapai sukses di kehidupannya kelak.
Keberhasilan hidup seseorang lebih banyak ditentukan oleh kemampuan kreatif dan berfikirnya ketimbang kemampuan mengingatnya, atau dengan kata lain kemampuan mengingat (short term memory) hanya sebagai pelengkap saja.
Namun sayangnya, yang terjadi pada system pendidikan kita malah sebaliknya. Sejak usia dini anak-anak sudah dipaksa untuk bisa CALISTUNG, yang sesungguhnya hanyalah sebuah proses untuk mngembangkan kemampuan mengingat jangka pendek anak (Short Term Memory Learning).
Ternyata proses ini tidak hanya berhenti di suia dini saja, namun hingga dewasa mereka terus diajar dan diuji berdasarkan kemampuan mengingatnya dan bukan kemampuan kreatif atau nalarnya.
Para orangtua dan guru yang berbahagia, berikut ini adalah salah satu contoh pertanyaan yang dulu pernah diujikan pada saat kita masih bersekolah.
Apa yang terjadi antara 1825 s.d. 1830 ? Masih ingat pelajaran sejarah ? ya, pasti jawabannya adalah perang diponegoro. Para orangtua dan guru yang berbahagia, sementara saya pernah tanyakan pertanyaan yang sama pada anak-anak TK.
“Nak, siapa yang tahu apa yang terjadi antara 18.25 s.d. 18.30 ? Tiba-tiba seorang anak berteriak,” saya tahu! Saya tahu! Itu waktunya adzan maghrib. “ Bagaimana menurut anda, salahkan jawaban anak ini? Tentu saja jika ini menjawab untuk soal ujian nasional pasti akan disalahkan.
Para Orang tua dan guru yang berbahagia, sejak kecil kita tidak pernah dinilai berdasarkan nalar kita dalam menjawab soal-soal. Sejak kecil kita juga tidak pernah diberi pertanyaan yang menggunakan nalar / berfikir seperti :
Apa yang terjadi jika minyak bumi Indonesia habis ? Apa akibatnya ? ya, saat hal itu terjadi maka masyarakat kita menjadi panic. Karena sejak dulu tidak pernah dipertanyakan, apa lagi sempat dipikirkan.
Para orang tua dan guru yang berbahagia, begitulah anak-anak kita telah dibesarkan dengan system pendidikan yang tidak melatih untuk berfikir kreatif. Jadi, wajar saja jika saat ini jumlah pengangguran baru dari lulusan akademi dan universitas terus membengkak. Sementara para pelajar lulusan SMA dan ederajat terus berebut menyerbu perguruan tinggi yang pada akhirnya juga akan menjadikan mereka hanya sebagai calon-calon pengangguran baru. Sayangnya ternyata mereka juga tidak menyadari hal ini, karena memang tidak pernah dilatih untuk memikirkannya.
Para orangtua dan guru yang berbahagia, mari bersama-sama kita ciptakan sitem pembelajaran yang mengasah kemampuan berfikir anak! Bukan sekedar hafalan. Agar kelak mereka bisa melihat dan menciptakan peluang-peluang baru, bukannya melihat dan menciptakannya masalah baru bagi bangsa ini!
Ingat, pasar bebas tenaga kerja sudah di depan mata. Zaman ketika persaingan kualitas manusia akan semakin ketat! Apakah kelak anak-anak kita akan menjadi budak atau tuan rumah di negrinya sendiri, kitalah yang paling bertanggung jawab.
Sebuah catatan artikel menarik tentang membaca dan menulis menjelaskan sebagai berikut :
Anak yang diajari menulis dan membaca lebih awal ternyata membaca buku dan membuat tulisan jauh lebih sedikit daripada anak yang diajarkan baca dan menulis kemudian. Jauh lebih penting untuk menjaga rasa ingin tahu anak dengan mengembangkan kreativitas individunya daripada mengajarinya untuk membaca dan menulis diusia dini.
Dan mungkin itulah sebabnya, kita semua, para orangtua yang dulu sejak kecil sudah di paksa untuk bisa membaca agar dianggap anak pintar dan mendahului anak lain, tetapi ironisnya kini malah menjadi orangtua yang jarang atau malas membaca. Apalagi untuk membuat tulisan.
Begini penjelasan alamiahnya. Apabila yang pertama kali dirangsang adalah otak kreatif dan rasa ingin tahu anak, maka anak-anak akan menyimpan segudang pertanyaan yang membutuhkan jawaban. Semakin banyak yang ingin diketahui anak maka semakin besar pula usaha untuk mencari jawabannya. Oleh karena itu, keinginan anak yang terpendam tersebut akan meledak apabila kemudian dia baru diajari bagaimana cara membaca dan menulis. Maka anak ini akan menjadi keranjingan untuk membaca dan menulis karena begitu banyak pertanyaan yang harus segera dijawab dan begitu banyak pengetahuan baru yang harus dia tulis.
Namun sebaliknya, jika yang dirangsang pertama adalah membaca dan menulis, maka otak kreatif anak ini tergantung dari rangsangan awalnya dan memiliki periode kritis hingga usia 12 tahun. Anak yang waktunya lebih terfokus untuk belajar membaca dan menulis sama sekali tidak memiliki ketertarikan, tidak punya pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab, oleh karenanya dia tidak banyak menggunakan kemampuan baca tulisnya.
Mungkin itulah alas an mengapa system pembelajaran di kebanyakan Negara maju lebih mementingkan kreativitas daripada kemampuan membaca dan menulis pada anak-anak di usia dini.
Mari kita renungkan kembali, seperti apakah anak-anak kita dirumah dan disekolah telah dididik?
Bina Kreatif Desember 2009

CALISTUNG UNTUK TK , SEJAUH MANA SIH?....


Bina Kreatif Talk about …….
Artikel ini kami angkat kembali karena permintaan beberapa orang tua , bagaimana cara mengarahkan belajarnya anak….
Anak TK koq jadi tambah bingung…
Hafalan “Short Term Memory - CaLisTung”

Para orang tua dan guru yang berbahagia, suatu hari saya pernah diminta menjadi pembicara oleh salah satu pengelola TK yang ingin menyelenggarakan program parenting kepada para orangtua muridnya. Tema yang diambilnya waktu itu ada CALISTUNG kependekan dari Baca, Tulis dan Hitung. Saya bertnya pada penyelenggara, apa yang diharapkan dari saya melalui tema ini?
Begini, kami ingin memberikan pemahaman pada para orang tua bahwa di sekolah ini, kami belum mengajarkan Baca, Tulis dan hitung kepada anak di usia yang sangat dini. Namun masalahnya, para orangtua tetap saja ngotot dan terus meminta anaknya agar diajari Baca, Tulis dan Hitung.
Kemudian saya bertanya lagi, “apa alasan para orang tua meminta anaknya diajari Baca, Tulis dan hitung?”
Karena hampir semua sekolah dasar mewajibkan anak kelas 1 yang baru mendaftar harus sudah bias Baca, Tulis dan hitung.
Para orangtua dan guru yang berbahagia, saya tidak pernah lupa kejadian ini. Saya juga heran dari mana asal-usulnya, mengapa setiap sekolah dasar mewajibkan siswa baru kelas satunya bisa CALISTUNG. Padahal jika kita bandingkan dengan pendidikan - pendidikan anak usia dini yang ada di Negara - negara maju, sama sekali tidak ada kewajiban semacam ini. Program untuk anak usia dini mayoritas adalah bermain. Karena bermain, bagi anak-anak, sama dengan belajar. Mereka baru diperkenalkan Baca, Tulis dan Hitung pada kelas tiga sekolah dasar (Elementary).
Secara ilmiah, baru-baru ini saya membaca bahwa anak usia dini baru bisa memfokuskan organ visualnya pada objek tiga dimensi, oleh karenanya, alat-alat pembelajaran anak usia dini yang baik adalah berbentuk tiga dimensi. Apabila anak usia dini dipaksa untuk belajar CALISTUNG yang pada umumnya menggunakan objek dua dimensi atau tulisan di papan tulis, maka si anak akan mengalami gangguan organ visual pada usia yang lebih muda.
Para orang tua dan guru yang berbahagia , tahukah anda mengapa sekolah-sekolah yang ada di Negara maju tidak menekankan pada aspek Baca, Tulis dan Hitung, melainkan lebih menekankan pada aspek pengembangan kreativitas dan kemampuan berpikir / nalar anak?
Menurut penelitian ilmiah, secara global kemampuan otak manusia yang berkaitan dengan pembelajaran terbagi menjadi tiga hal besar. Pertama adalah kemampuan kreatif, kedua adalah kemampuan berfikir / nalar, dan ketiga adalah kemampuan mengingat.
Dari ketiga kemampuan ini, kemampuan mengingat merupakan kemampuan alami yang berifat pelengkap, sementara kemampuan kreatif dan berfikir mrupakan kemampuan utama dan vital yang akan membantu anak untuk mencapai sukses di kehidupannya kelak.
Keberhasilan hidup seseorang lebih banyak ditentukan oleh kemampuan kreatif dan berfikirnya ketimbang kemampuan mengingatnya, atau dengan kata lain kemampuan mengingat (short term memory) hanya sebagai pelengkap saja.
Namun sayangnya, yang terjadi pada system pendidikan kita malah sebaliknya. Sejak usia dini anak-anak sudah dipaksa untuk bisa CALISTUNG, yang sesungguhnya hanyalah sebuah proses untuk mngembangkan kemampuan mengingat jangka pendek anak (Short Term Memory Learning).
Ternyata proses ini tidak hanya berhenti di suia dini saja, namun hingga dewasa mereka terus diajar dan diuji berdasarkan kemampuan mengingatnya dan bukan kemampuan kreatif atau nalarnya.
Para orangtua dan guru yang berbahagia, berikut ini adalah salah satu contoh pertanyaan yang dulu pernah diujikan pada saat kita masih bersekolah.
Apa yang terjadi antara 1825 s.d. 1830 ? Masih ingat pelajaran sejarah ? ya, pasti jawabannya adalah perang diponegoro. Para orangtua dan guru yang berbahagia, sementara saya pernah tanyakan pertanyaan yang sama pada anak-anak TK.
“Nak, siapa yang tahu apa yang terjadi antara 18.25 s.d. 18.30 ? Tiba-tiba seorang anak berteriak,” saya tahu! Saya tahu! Itu waktunya adzan maghrib. “ Bagaimana menurut anda, salahkan jawaban anak ini? Tentu saja jika ini menjawab untuk soal ujian nasional pasti akan disalahkan.
Para Orang tua dan guru yang berbahagia, sejak kecil kita tidak pernah dinilai berdasarkan nalar kita dalam menjawab soal-soal. Sejak kecil kita juga tidak pernah diberi pertanyaan yang menggunakan nalar / berfikir seperti :
Apa yang terjadi jika minyak bumi Indonesia habis ? Apa akibatnya ? ya, saat hal itu terjadi maka masyarakat kita menjadi panic. Karena sejak dulu tidak pernah dipertanyakan, apa lagi sempat dipikirkan.
Para orang tua dan guru yang berbahagia, begitulah anak-anak kita telah dibesarkan dengan system pendidikan yang tidak melatih untuk berfikir kreatif. Jadi, wajar saja jika saat ini jumlah pengangguran baru dari lulusan akademi dan universitas terus membengkak. Sementara para pelajar lulusan SMA dan ederajat terus berebut menyerbu perguruan tinggi yang pada akhirnya juga akan menjadikan mereka hanya sebagai calon-calon pengangguran baru. Sayangnya ternyata mereka juga tidak menyadari hal ini, karena memang tidak pernah dilatih untuk memikirkannya.
Para orangtua dan guru yang berbahagia, mari bersama-sama kita ciptakan sitem pembelajaran yang mengasah kemampuan berfikir anak! Bukan sekedar hafalan. Agar kelak mereka bisa melihat dan menciptakan peluang-peluang baru, bukannya melihat dan menciptakannya masalah baru bagi bangsa ini!
Ingat, pasar bebas tenaga kerja sudah di depan mata. Zaman ketika persaingan kualitas manusia akan semakin ketat! Apakah kelak anak-anak kita akan menjadi budak atau tuan rumah di negrinya sendiri, kitalah yang paling bertanggung jawab.
Sebuah catatan artikel menarik tentang membaca dan menulis menjelaskan sebagai berikut :
Anak yang diajari menulis dan membaca lebih awal ternyata membaca buku dan membuat tulisan jauh lebih sedikit daripada anak yang diajarkan baca dan menulis kemudian. Jauh lebih penting untuk menjaga rasa ingin tahu anak dengan mengembangkan kreativitas individunya daripada mengajarinya untuk membaca dan menulis diusia dini.
Dan mungkin itulah sebabnya, kita semua, para orangtua yang dulu sejak kecil sudah di paksa untuk bisa membaca agar dianggap anak pintar dan mendahului anak lain, tetapi ironisnya kini malah menjadi orangtua yang jarang atau malas membaca. Apalagi untuk membuat tulisan.
Begini penjelasan alamiahnya. Apabila yang pertama kali dirangsang adalah otak kreatif dan rasa ingin tahu anak, maka anak-anak akan menyimpan segudang pertanyaan yang membutuhkan jawaban. Semakin banyak yang ingin diketahui anak maka semakin besar pula usaha untuk mencari jawabannya. Oleh karena itu, keinginan anak yang terpendam tersebut akan meledak apabila kemudian dia baru diajari bagaimana cara membaca dan menulis. Maka anak ini akan menjadi keranjingan untuk membaca dan menulis karena begitu banyak pertanyaan yang harus segera dijawab dan begitu banyak pengetahuan baru yang harus dia tulis.
Namun sebaliknya, jika yang dirangsang pertama adalah membaca dan menulis, maka otak kreatif anak ini tergantung dari rangsangan awalnya dan memiliki periode kritis hingga usia 12 tahun. Anak yang waktunya lebih terfokus untuk belajar membaca dan menulis sama sekali tidak memiliki ketertarikan, tidak punya pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab, oleh karenanya dia tidak banyak menggunakan kemampuan baca tulisnya.
Mungkin itulah alas an mengapa system pembelajaran di kebanyakan Negara maju lebih mementingkan kreativitas daripada kemampuan membaca dan menulis pada anak-anak di usia dini.
Mari kita renungkan kembali, seperti apakah anak-anak kita dirumah dan disekolah telah dididik?
Bina Kreatif Oktober 2009

NGOBROL ASYIK BARENG KAK WIEN

Bina Kreatif Talk Abaut ….
Bagian Pertama
Semua Anak Itu Cerdas
Mengawali dialog di sebuah acara , saya lontarkan pertanyaan yang mungkin sangat sederhana dan tidak memerlukan jawaban. “Siapa yang senang mempunyai anak pendiam dan pasif ?” pasti jawabannya tidak senang. Selanjutnya saya tanyakan “Siapa yang senang mempunyai anak tidak bisa diam ( Selalu bikin emosi orang tua ) ?” pasti jawabannya juga tidak mau.
Orang Tua yang budiman , kedua pertanyaan diatas menunjukkan betapa kita sangat mengharapkan dan mendambakan anak – anak yang menyenangkan dan Smart ( Cerdas ) , akan tetapi berapa banyak diantara kita tidak memahami permasalahannya, bagaimana mungkin anak anak kita akan memahami kalau kita sendiri sebagai orang tua juga kurang memahami perkembangan anak , bagaimana mungkin anak – anak kita akan mendengarkan kata – kata kita , sementara kita sendiri jarang mendengarkan keluhan mereka. Akibatnya akan sering muncul konflik yang berkepanjangan, saling menyalahkan , orang tua semakin otoriter sementara anak semakin memberontak.
Kondisi tersebut sering terjadi dan mungkin juga kita alami sampai saat ini dalam mendidik anak. Perhatikan gambaran dibawah ini :
Karakter Positif anak :
SMART , CERIA, SANTUN , SEMANGAT , MANDIRI , KREATIF, DINAMIS…
Persepse negative terhadap anak :
Bodoh , Nakal , bandel , suka membantah , usil , cengeng , kolokan , ……

Dari Gambar versus diatas yang bisa dijelaskan bahwa semua anak itu “Smart”/ Cerdas , ada anak yang cerdasnya di angka – angka atau logis matematik sehingga anak tersebut memiliki kesenangan belajar yang berkaitan dengan angka – angka , terkadang dialihkan sangat sulit apalagi dengan cara – cara yang tidak menyenangkan (kasar) pasti anak menjadi enggan untuk belajar. Ada juga yang memiliki kecerdasan bahasa atau sering diistilahkan memiliki kecerdasan linguistic yang lebih dominan, hal inilah yang memungkinkan anak jadi lebih cepat mengenal huruf , membaca ataupun menulis. Ada juga anak yang memiliki kecerdasan Spasial / gambar , kecerdasan Kinestetik ( Gerak tubuh ) , kecerdasan music , kecerdasan emosional , kecerdasan inter personal , kecerdasan intra personal , kecerdasan Natural, dan masih banyak lagi kecerdasan yang dimiliki anak – anak. Dengan demikian orang tua tidak perlu lagi cemas dengan kondisi anak – anaknya, gara – gara hanya belum bisa membaca dianggap anak kita bodoh, lalu disbanding – bandingkan dengan teman – teman seusianya yang sudah bisa membaca. “Tuh, lihat temanmu sudah bisa membaca kamu koq sulit banget sih diajari membaca!!” sampai – sampai tidak sedikit orang tua yang pada akhirnya memaksa anak – anak nya untuk mengikuti kursus-kursus yang mestinya belum perlu. ( Usia berpapa sih anak boleh Kursus? Bisa dilihat di bagian selanjutnya ). Ada yang akhirnya ikut les membaca , les bahasa inggris , les Kumon , Jari Matika , Sempoa , Jari cerdas , dan lain – lainnya, Akhirnya anak – anak pun terpaksa mengikuti kemauan orang tua, sedangkan hal itu jelas mengurangi kesempatan anak untuk bermain dan beraktivitas sebagai anak yang tumbuh dan berkembang. Apa akibatnya kalau beban otak anak menjadi berlebihan , tentu saja bisa berakibat pada kerusakan otak anak, dan saat ini sudah banyak yang mengalami seperti yang paling ringan anak jadi stress ringan yang berimbas pada konsentrasi yang menurun , daya piker , daya ingat dan daya nalar yang semakin menurun, juga mengakibatkan menurunnya semangat dalam belajar.
Coba kita ambil beberapa contoh orang orang sukses dan berhasil dengan kecerdasannya masing – masing. Ada Rudi Choirudin yang ahli memasak , Rudi Hadi Suwarno yang memang ahli di bidang tatarias rambut, Rudi Hartono yang ahli Olah raga bulu tangkis sampai memenangkan beberapakali Thomas cup, Rudi Salam jagonya beracting bahkan sebagai actor senior di perfilm-an tanah air. B.J.Habibie yang ahli tekhnologi. Mereka semua memiliki karakteristik dan kecerdasan yang berbeda beda dan tidak mungkin mereka dikompetisikan dalam satu bidang , jelasa yang menang yang paling menguasai bidang nya. Misalnya Rudi Choirudin dikompetisikan dengan Rudi hadi suwarno dalam kompetisi menata rambut, jelas yang akan menang Rudi Hadi Swuwarno, sementara Rudi Choirudin bisa jadi riasan rambutnya seperti “Sup Brokoli” Nah disinalah pentingnya orang tua memahami dan menyikapi bagaimana kecerdasan anak – anak kita.
Jangan sampai salah memahami anak – anak , sebab anak - anak itu investasi kita , investasi dunia akhirat. Saya pernah berdialog dengan senior pemerhati anak. “Apa yang kita berikan pada anak – anak baik itu perhatian , kasih sayang , kesempatan meluangkan waktu yang cukup , tentu saja akan kita rasakan ketika nanti anak – ank kita memasuki kedewasaan.” Ada suatu pemaparan pengalaman dari Seorang ayah yang menyesali tindakannya dahula ketika anak – anaknya masih kecil remaja bahkan sampai dewasanya.
“Beliau saat ini ada di salah satu panti jompo mewah dikawasan Jakarta Utara, dalam keadaan seperti ini beliau sangat tersiksa batinnya, tidak ingin hal ini terjadi, tetapi semuanya sudah terlanjur “Nasi telah menjadi bubur” yang beliau sangat dambakan adalah bisa berkumpul dengan anak – anak dan Cucu – cucunya yang saat ini sudah berada dalam kemawahan dan kesuksesannya.”
“Saya berada di Panti jompo ini, juga karena ulah saya sendiri !!” katanya. “Dulu ketika anak – anak saya masih kecil –kecil , mereka saya abaikan , saya lebih asyik dengan profesi dan karir yang makin menanjak, bahkan saya lebih banyak diluar daerah , luar negri ketimbang bersama anak – anak dan keluarga, saya terpedaya dengan kemewahan , lebih saya pentingkan materi dan kemewahan ketimbang bermain bersama anak.” Keluh beliau sambil meneteskan air mata.
“Saya menyesal dan sangat menyesal , tidak memahami dan tidak bisa menghantarkan anak – anak saya sampai remaja bahkan sampai dewasanya, bahkan sampai waktu pernikahan anak – anak saja saya lebih sibuk dengan pekerjaan diluar negri.” Tambahnya sambil mengusap air mata yang masih keluar.
Bapak ibu yang budiman, contoh kisah nyata diatas jelas memberikan gambaran kepada kita beta pentingnya perannan kita sebagai orang tua dalam mendidik anak – anak.
Salah mendidik anak , Ups …jangan sampai dech !!!!

Sayang Kalau Terlewatkan......


Salah Mendidik Anak …Ups…. Jangan sampai dech.

Anak adalah “investasi” bagi orang tua, Investasi yang tidak boleh salah , Investasi Dunia dan Akhirat… maka berikan yang terbaik untuk anak – anak kita : Perhatiannya…… Komunikasinya ….. Pengasuhannya……. Dan jangan lupa…PENDIDIKAN AKADEMIK dan PENDIDIKAN AKHLAK – nya… ( Cuplikan Smart Parenting “Satu Jam Bersama Kak Wien” )

Mendiang Presiden Kennedy pernah mengatakan. “ Apa yang kita sekarang adalah hasil dari pemikiran kita terdahulu dan apa yang kita capai sekarang adalah hasil dari rencana hidup kita terdahulu”. Saya ingin mengapainya dengan pernyatan berikut ; cara kita mendidik anak saat ini adalah hasil dari bagaimana dulu pernah dipikirkan oleh orang tua kita. Jadi, jika kita ingin masa depan anak sukses, mulailah meletakkan cara berpikir dan mendidik yang tepat hari ini juga.
“Tidak usah cemas Yang penting berusaha keras , belajar keras dan terus – menerus memperbaiki kesalahan dalam mendidik anak”.
Jangan Khawatir Apabila gambaran kita buruk di mata anak , karena kita adalah produk kesalahan pendidikan masa lalu.
Apa pun hasilnya, sebaliknya kita terima dengan lapang hati. Justru dari sinilah kita bisa membuka dialog. Mengapa anak kita bisa memberi kesimpulan seperti itu ? Kapan kejadianya? Apa kejadian persisnya? Lalu jelaskan apa maksud anda sesungguhnya Coba temukan dan rundingkan bersama, mengapa anak anda bisa salah mengungkap maksud anda? Minta pendapat anak cara yang tepat yang bisa dilakukan pada masa mendatang.
Kita harus bisa menerima masukan anak kita apa pun hasilnya. Ya…, begitulah ternyata kita di mata orang lain. Upaya penting yang perlu dilakukan adalah memaafkan diri sendiri bila hasilnya terlalu buruk karena pemikiran kita saat ini sesungguhnya hasil pendidikan masa lalu dari orang tua kita . Dan, orang tua kita dulu juga hasil dari orang tuanya, begitulah seterusnya. Sebagian besar cara mendidik yang kita lakukan adalah warisan alias turun-temurun.
“ Masalahnya adalah akankah kita pertahankan dan warisi pada anak kita…?”

Jika ternyata orang tua kita dulu mendidik dengan cara yang tidak baik, segera maafkanlah karena bisa bisa jadi orang tua kita dulu di didik oleh orang tuanya jauh lebih buruk lagi. Bisa jadi orang tua anda tidak tahu bagaimana caranya harus mendidk anak-anak dengan baik masalahnya, saat itu jarang atau bahkan tidak ada sekolah, referensi, atau sumber informasi yang di butuhkan agar menjadi orang tua yang baik. Belum lagi factor ekonomi yang cukup sulit untuk menyekolahkan anak-anaknya kita itu.
Bersyukurlah jika kita saat ini sedang membaca artikel ini. Ini pasti bukan suatu kebetulan karena memang tidak ada kejadian yang kebetulan di dunia ini. Semuanya sudah di desain oleh Yang Maha Pengatur. Mungkin Tuhan telah menunjuk anda untuk memutus mata rantai cara mendidik yang keliru itu. Terimalah amanah ini karena kalau bukan kita siapa lagi, akankah tradisi mendidik yang buruk ini di turunkan pada anak dan generasi seterusnya…? Jika Anda berani menerima amanah yang sesungguh besar ini, sesungguhnya anda adalah pahlawan bagi silsilah keluarga anda, termasuk bagi bangsa ini. Sesungguhnya Yang Maha Kuasa begitu mencintai orang-orang yang hidupnya dipenuhi dengan rasa rendah hati Dan Penuh Maaf, Serta Penerimaan Yang Tinggi.
Mari kita bersama-sama orang-orang yang dicintai Alloh dan selalu berusaha menjadi orang yang sabar dan bermanfaat bagi anak- anak kita, … Naaah… jangan lupa :
“ Orang yang terbaik diantaramu adalah yang mau belajar (Al-Qur’an) dan mengajarkannya.”

Apa Kesimpulan Kita Tentang Mendidik Anak…?
Mari kita kembali pada pertanyaan awal, yakni sesungguhnya…anak yang tidak bisa dididik atau kita yang tidak bisa mendidik? Jika kesimpulan kita ternyata masih merasa memang anak kita yang tidak bisa dididik, ada beberapa alternative yang bisa kita lakukan bersama dengan pasangan kita.
1. Lakukan Muhasabah ( Evaluasi ). Bayangkan hal-hal apa saja yang dulu pernah kita harapkan akan dilakukan oleh orang tua kita, tetapi tidak pernah kita dapatkan…?
2. Lakukan Muhasabah ( Evaluasi ). Bayangkan kembali kekecewaan-kekecewaan yang dulu pernah dialami lalu, berusahalah untuk memaafkan berbagi kesalahan mereka satu persatu sampai rasa kecewa itu perlahan-lahan mulai hilang.
3. Pahamilah, mengapa orang tua kita dulu telah salah memperlakukan kita…? Carilah informasi mengenai kehidupan masa kecil orang tua kita dulu. Apakah mereka juga pernah mengalami kekerasan dari orang tuanya ( kakek- nenek Anda) ? Ataukah malah mereka mengalami hal-hal yang lebih berat dibandingkan yang pernah anda alami ?
4. Lakukan langkah kedua berulang-ulang jika kita masih belum bisa memaafkan mereka.
5. Lakukan Muhasabah ( Evaluasi ). Bayangkan perasan anak kita mendapatkan perlakuan yang sama seperti yang dulu pernah kita dapatkan dari orang tua kita.
6. Lakukan Muhasabah ( Evaluasi ). Bayangkan perasaan anda seandainya kita menjadi orang tua yang dicintai anak kita. Bayangkan perasan anda, seandainya kita menjadi orang tua yang di cintai anak kita. Bayangkan saat kita sudah tua nanti, apa yang kita harapkan dari anak kita…? Apakah sebuah perhatian ? Kasih sayang ? jadi, lakukan hal yang sama pada anak kita sekarang juga.
7. Bayangkan setiap kali Anda pulang kerumah, dari satu aktifitas tertentu atau bekerja, apakah anda ingin disambut hangat oleh anak-anak ataukah malah anak-anak yang menyesali kepulangan kita.
8. Jalankan langkah demi langkah dengan “ikhlas dan tulus”
9. Berdoalah untuk mendapatkan Hidayah dari Alloh Yang Maha Kuasa. Dengan begitu, Anda akan segera dimudahkan dalam melangkah.
10. Jika kita berubah menjadi baik, dengan izin Alloh SWT anak kita juga pasti akan berubah menjadi lebih baik.

Himbauan dan Ajakan :
“ Saling menasihati dalam Kebenaran dan dengan cara yang Sabar ”
• Teruslah berjuang untuk melakukan dan menerapkan apa yang saya tulis pada keluarga dan anak-anak saya setiap hari, meskipun dengan berbagai macam kesulitan baru yang akan selalu muncul.
• Jangan khawatir, jika kita masih merasa sulit dan sering kali gagal, saya pun harus terus berusaha untuk melaklukannya agar tidak lagi gagal. Saya pun masih sering membaca ulang-ulang tulisan saya sendiri agar menjadi pengigat. Mari bersama-sama kita melakukannya. Dan mari kita bangun Komunikasi yang baik dalam Keluarga ( Ayah , Ibu dan Anak )
Tetap Semangat………

INFO :
Kalau anda Ingin mengadakan “Smart Parenting” dengan tema : Membangun Komunikasi Efektif dalam keluarga ( Termasuk didalamnya Peran Ayah , Peran Ibu dan bagaimana menerapkan “Reward and Punishment” pada anak )
Hubungi : Kak Wien Centre 08151853874

Ngobrol Pagi Bareng Kak Wien .......


TIPS MINGGU – MINGGU PERTAMA ANAK MASUK SEKOLAH ( Edisi Prasekolah dan SD )
Bapak ibu yang berbahagia… banyak surat masuk ke e- mail kami terutama bagaimana peran orang tua menghadapi permasalahan anak di awal sekolah :
1. Dari Mama Della, mama Ira , Mama Syahdan , mama Hani , Mama Yoga , Papanya arief, ayah Nisa dan bundanya Icha, menanyakan alternative sekolah yang ada lokasinya jauh dari rumah bagaimana kiat – kiatnya supaya anak tetap nyaman bersekolah yang jauh ?

Jawab :
Dunia anak masih kental dengan bermain… dan ternyata bermain yang paling asyik adalah di rumah , meski disekolah juga ada bermain tetapi konsepnya sudah berbeda , karena kalau bermain disekolah itu di lingkungan formal jadi masih dalam kategori tugas bermain…….
Bapak dan ibu yang berbahagia….. memang idealnya jarak sekolah dengan rumah itu maksimal ditempuh dalam 15 - 20 menit, sehingga waktu anak tidak habis di perjalanan. Coba bayangkan kalau perjalanan anak sekolah 40 menit – 1 jam….. jam berapa anak harus bersiap – siap kadang – kadang orang tua merasa itu adalah satu proses pembelajaran kedisiplinan, keteraturan dan pembelajaran kemandirian. Kalau harus sampai sekolah jam 7 pagi berarti jam 6 sudah siap ( sudah mandi , sudah makan dll ) berapa kali orang tua harus marah – marah karena anak susah bangun… berapakali harus marah – marah karena mandi dan ganti bajunya terlalu lama, makan terlalu lama, … bisa jadi sebelum berangkat sekolah anak sudah terbebani karena kita sering marah dengan anak. Sedangkan anak kesekolah membutuhkan kondisi psikologis yang nyaman sehingga konsentrasi anak tetap terjaga dengan baik.
Bapak ibu yang berbahagia…… gambaran diatas kalau baru punya satu anak , bagaimana kalau mempunyai 2, 3 , atau 4 anak. Bisa – bisa anak dan ibunya mendadak jadi stress…..
Pulang sekolahpun sudah lelah, belum lagi dia harus mengerjakan PR – PR nya, lalu kapan kesempatan anak – anak untuk lebih leluasa mengembangkan “personal dan Kreativitasnya” kalau boleh jujur saat ini telah banyak tercetak “Robot- robot manusia” mereka terbiasa dengan rutinitas yang padat. Sehingga mereka lupa bahwa mereka harus belajar bertahan hidup dengan saling menghormati , saling memahami dan menghargai pribadi lain. Tapi yang terjadi mereka makin kurang peduli , mereka makin egois dengan masalahnya sendiri. Akhirnya banyak juga anak yang mencari penyelesaian masalah dengan jalan pintas , yang sering kita jumpai adalah anak mulai berani berbohong…….
Bapak ibu yang berbahagia …. Lingkungan disekeliling kita juga sangat diperlukan untuk perkembangan emosional dan karakter anak – anak kita. Anak juga memerlukan adaptasi … pergaulan…. Sosialisasi …dengan lingkungan sekitar.
Bagai mana kalau semua itu drastic menghilang dan berkurang dari kehidupan anak – anak kita. Untuk itulah diperlukan pemahaman dan pengertian orang tua dalam membesarkan putra putrinya….
Solusi :
Persiapkan kalau sekolah jauh :
• Pastikan perjalanan anak nyaman , asyik dan menyenangkan.
• Hindari Introgasi / tekanan terhadap anak sebelum sekolah dan setelah pulang sekolah.
• Kalau ada permasalahan disekolah anak segeralah mencarikan solusi nya..
• Dampingi anak ketika mengerjakan tugas – tugas dari sekolah.
• Ciptakan suasana yang menyenangkan ketika anak belajar.
• Kembangkan komunikasi dua arah yang nyaman.
• Minimalkan kecemasan yang berlebihan terhadap permasalahan anak.
• Tetap sabar dan kreatif

2. Dari Mama Hadi, Mama Reza dan Mama Dita. Pertanyaannya hamper sama , yaitu Bagaimana Tip untuk anak memsuki sekolah yang baru?
Jawab :
Memilih sekolah tidaklah mudah , karena disamping criteria keadaan nya juga memerlukan pemahaman tentang Karakteristik anak kita. Apakah Holistik , analitik , introvert , ekstrovert , sensing , kemandiriannya, anak tunggal , anak tengah anak sulung ataukah anak bungsu…. Karena semua itu aka terkait dengan pilihan sekolah yang tepat. Minimal ada syarat minimal yang harus terpenuhi :
• Jarak sekolahnya ( sudah dibahas di sesi sebelumnya )
• Keadaan dan kualitas sekolahnya
• Sekolah yang komunikatif
Ingat ..ingat … ingat … jangan tergiur dengan “iklan atau spanduk karena fasilitasnya” coba lihat , observasi , cari informasi dan analisa , setelah itu tentukan pilihannya.
Setelah masuk sekolah ada beberapa tips ( Masuk TK dan kelas 1 baru ):
• Persiapkan bangun paginya , tentu diawali dari pembahasan dan komunikasi bahwa nanti kalau sudah masuk sekolah bangunya harus lebih pagi.
• Ciptakan suasana yang mengasyikkan sebelum berangkat sekolah.
• Dampingi anak bila perlu motivasi semangat sekolahnya.
• Dengarkan keluhan anak jangan sampai tidak.
• Berikan reward kalau disekolah punya prestasi ( prestasi punya teman baru , mau masuk kelas sendiri , tidak menangis, dll.)
• Perlahan lahan lepas anak bersekolah sendiri. Ingat prosesnya berbeda – beda ( ada yang sebentar ada yang sampai 3 bulan ) jangan membanding – bandingkan dengan anak lain yang terlebih dahulu mandiri.
• Tetaplah berkomunikasi dengan pihak sekolah terutama guru.
Sekali lagi peran penting orang tua menghantarkan anak sekolahdi lingkungan baru akan sangat berpengaruh dimasa – msa berikutnya. Semoga tetap sabar dan kreatif memahami permasalahan anak.

Bina Kreatif 13 Juli 2009

MENDIDIK ANAK SYIK LHO......

Mengapa Kebanyakan Orang tua Merasa Kesulitan Mendidik Anak….?

Para Orang tua dan guru yang berbahagia mari kita simak cerita berikut.Bu Lelly adalah seorang ibu rumah tangga dengan 3 orang anak,2 laki-laki dan satu orang perempuan. Awalnya Ibu Lelly adalah orang tua yang bekerja tetapi Karena ia dan suaminya melihat anak-anaknya mulai beranjak dewasa dan perilakunya mulai “agak-agak” sulit dikendalikan, Ibu Lelly memutuskan untuk berhenti bekerja dan tinggal di rumah. Ibu Lelly berniat untuk mengurus anak-anaknya dengan sepenuh hati. Tadinya dia berfikir bahwa dengan kehadirannya di rumah secara penuh akan membuat anak-anaknya tumbuh menjadi lebih baik,tetapi kenyataanya tidaklah sesederhana itu.
Setelah 2 tahun Ibu Lelly menjadi Ibu penuh waktu di rumah, ternyata setiap pagi ia masih harus berteriak-teriak pada anaknya yang sulit dibangunkan, menyuruh mereka untuk mandi, sarapan, atau bersiap-siap menunggu mobil jemputan sekolah, Ia juga kewalahan mengatasi dua anak laki-lakinya yang hampir setiap hari bertengkar dan tidak ada habis-habisnya terkadang Ibu Lelly menjadi senewen karena pertengkaran itu selalu di picu oleh hal-hal remeh-temeh, seperti rebutan mainan, rebutan makanan, atau rebutan mendapatkan perhatian.
Pertengkaran yang bermula dari anak-anaknya ternyata mulai merambat pada pertengkaran antara Ibu Lelly dengan suaminya. Masalahnya, setiap suami Ibu Lelly pulang kantor selalu mendapati anak-anaknya sedang memmbuat kegaduhan. Di mata si ayah, istrinya dipandang tidak mampu untuk mengurus dan mengatur anak-anaknya. Sementara dimata Ibu Lelly, suami hanya “mau enaknya”saja ( tidak mau terlibat dalam proses pengasuhan anak dan mudah menyalahkan ) dan pulang kerja ingin santai, sedangkan Ibu Lelly merasa pekerjaannya dari pagi hingga malam tidak ada habis-habisnya. Ibu Lelly kerap kali berteriak kepada suaminya, ”kamu belum tau aja, ternyata mengerjakan tugas-tugas kantor itu jauh lebih mudah ketimbang mengurus dan mendidik anak-anak di rumah.” Dan, suaminya cenderung menghindar, enggan menanggapi, dan mengunci diri di kamar untuk melepas lelah.
Ibu Lelly semakin hari semakin tampak lusuh karena stress. Ia sering menangis sendiri di kamar, terutama karena beberapa hari lalu ia sempat dipanggil pihak sekolah karena perilaku anaknya yang suka memukul temannya dan mulai sering bolos sekolah. Ia kerap kali mengadukan perilaku anak-anaknya pada suaminya, tetapi suaminya selalu menghindar dan sering kali menepis, ” Ya…kita bagi-bagi tugaslah. Saya “kan cari uang …jadi,kamulah yang ngurus anak-anak. Percuma saja dong kamu berhenti kerja, kalo ternyata anak-anak masih bandel kaya gini.” Bukan main hancur hati Ibu Lelly. Ia merasa tidak di hargai, betapa Ia telah mengambil keputusan yang berat untuk meninggalkan pekerjaan yang di cintainya demi mengasuh anak-anak. Sementara , sang suami sama sekali tidak berterimakasih atas keputusan itu. Malah sebaliknya, selalu menempatkan posisi Ibu Lelly sebagai pahak yang bersalah. Mulai tampak garis-garis keretakan di dalam keluarga Ibu Lelly. Ia mulai kehilangan rasa hormat pada suaminya, sementara suaminya terus-menerus mengomplain istrinya. Mereka berdua mulai jarang bicara satu sama lain. Masing – masing menggap pasangannya tidak becus sebagai orang tua juga sebagai pasangan. Masa-masa indah saat dulu baru menikah tidak pernah lagi mereka rasakan . Sementara, perilaku anak-anak mereka semakin hari semakin menjadi-jadi saja. Dan, Ibu Lelly pun semakin sering di panggil ke sekolah dan bahkan pernah suatu waktu diancam oleh pihak sekolah yang mengatakan akan mengeluarkan anak mereka dari sekolah jika mereka tidak berhasil memperbaiki perilaku anaknya. Terbayang sudah hari-hari kelam yang akan dialami oleh keluarga ini.

Nah…buat anda yang sedang membaca artikel ini ketahuilah bahwa ”mendidik anak” adalah kalimat yang sederhana dan mudah untuk di ucapkan tetapi tidak sederhana untuk di lakukan. Kisah di atas hanyalah sebagian kecil dari romantika keluarga dalam proses membesarkan anak-anaknya. Masih banyak lagi kasus-kasus yang tak kalah serunya yang dialami oleh banyak orangtua di setiap pelosok negeri ini. Banyak yang bethasil tetapi jauh lebih banyak lagi yang gagal.
Mendidik anak akan terlihat sangat berbeda dari zaman ke zaman. Kita dulu masih merasa menurut, mudah diatur oleh orangtua kita, dan cenderung tidak banyak melakukan hal yang aneh-aneh “Tapi kenapa ya anak sekarang ini…? Yah begitulah…” Oleh karena itu, orang bijak pernah bertitip pesan pada kita para orangtua, ”Didiklah anak-anakmu sesuai zamannya. karena ia akan hidup pada zamannya dan bukan pada zaman kamu dahulu hidup”
Namun sayangnya cara kita mendidik ternyata dari generasi ke generasi cenderung sama karena sebagian besar cara kita mendidik adalah “ warisan ” dari orangtua saat mendidik kita dahulu.
Nah… sekarang marilah kita cari tahu jawaban mengapa kebanyakan orangtua merasa kesulitan mendidik anak.
a.Tidak siap menjadi orangtua…?
Hayo… siapa yang mau menyangkal, kalo kita memang sesungguhnya tidak siap menjadi orangtua?
Mari kita coba tengok ke belakang ( flash back ),mulai sejak awal kita “berpacaran” dengan pasangan, bagi anda yang “ berpacaran ” tentunya. Apa yang menjadi topik pembahasan utama waktu itu? Apakah persiapan untuk menjadi orangtua yang baik? Atau hal-hal lain…yang jauh lebih menarik untuk dibicarakan “ Do You Know What I mean ?” ( tahukan maksud saya ? ).
Mari kita coba maju sedikit pada kita hendak melangkah ke jenjang pelaminan atau pernikahan. Apa yang menjadi topic pembahasan utama waktu itu? Apakah persiapan menjadi orangtua yang baik…? Ataukah persiapan tanggal baik, bulan baik, gaun pengantin, tempat resepsi, catering,souvenir, undangan, dan pernak-pernik lainnya…?
Baiklah, sekarang mari kita maju lebih dekat lagi. Pada saat masa kehamilan istri menjelang 9 bulan, apa yang menjadi topic pembahasan utama saat itu? Apakah persiapan untuk menjadi orangtua yang baik…? Ataukah persiapan perangkat bayi, dokter pilihan rumah, sakit pilihan, nama pilihan apa lagi…? Yang semuanya pilihan untuk menjadi orangtua yang baik bagi anak-anak kita tercinta… kapan tepatnya kita mulai mempelajari teknik-teknik mendidik anak yang tepat…? Kabar gembiranya adalah lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Dan, jika kita termasuk orang yang terlambat, sekarang adalah saat yang paling tepat untuk memulainya. Teruslah membaca dan telusuri alenia demi alenia dalam artikel ini. Anda akan mendapatkan banyak manfaat yang akan membantu permasalahan yang saat ini mungkin sedang dihadapi.

b.Mencari nafkah jauh lebih penting dari pada mendidik anak…?
Sebagian besar kita pasti sepakat bahwa mencari nafkah itu sangat penting bagi kelangsungan hidup keluarga. Tapi mungkin, kita agak ragu jika mencari nafkah dirasa jauh lebih penting daripada mendidik anak. Pertanyaan sederhana untuk kita… pada akhirnya, sebenarnya untuk siapakah kita mencari nafkah, memeras keringat dan membanting tulang itu…? Bukankah untuk keluarga ? Dan, di dalamnya ada anak-anak yang kita cintai sebagai penerus garis keturunan kita. Apa gunanya mampu menjadi orang yang sukses secara financial, tetapi keluarga dan anak-anak menjadi berantakan ?
Kisah Ibu Lelly tesebut di atas menggambarkan fenomena apa yang terjadi apabila di antara salah satu pasangan ada yang memiliki pandangan bahwa mencari nafkah jauh lebih penting dari pada mendidik anak-anak. Akibatnya, ia lebih peduli pada pekerjaan daripada perkembangan perilaku anak-anaknya. Semoga kita bisa belajar dan memetik hikmah dari kisah keluarga Ibu Lelly tersebut.

c.Tidak banyak referensi ilmiah yang jelas…?
Betul sekali jika alasan ini diajukan 10 atau 15 tahun yang lalu. Namun, kini alasan di atas sudah ketinggalan zaman. Toko-toko buku di sekitar kita banyak sekali menyediakan referensi ilmiah yang lengkap dan komplit tentang pendidikan dan pengasuhan anak baik dalam bentuk buku maupun majalah.
Belum lagi ditambah jika kita rajin membuka informasi melalui internet, banyak sekali artikel pendidikan pengasuhan anak terkini bisa kita peroleh secara gratis di situs-situs “Majalah On Line”.
d.Terlalu banyak referensi nonilmiah yang membingungkan…?
Mendengarkan komentar orang tentang pendidikan anak itu memang baik, tetapi jika terlalu banyak mendengarkan komentar orang, akan membuat anda bingung sendiri dengan masukan dan pendapat yang begitu beragam. Akhirnya cara mendidik kita malah tidak konsisten dan akan membingungkan anak kita. Oleh karena itu, lebih baik mencari referensi yang dapat di percaya. Apakah itu dari buku, majalah, ataupun DENGAN BERKONSULTASI LOANGSUNG DENGAN PAKAR PSIKOLOGI ATAU dengan mengikuti seminar – seminar mendidik anak atau juga bisa mengakses ke : www.binakreatif.blogspot .com . nah jadi lebih mudah kan.
e.Tidak ada manual booknya…?
Betul sekali satu - satunya produk baru yang kita miliki dari tidak memiliki buku manual adalah bayi kita. Oleh karena itu, kita sering merasa kesulitan bagaimana mengelola anak kita. Meskipun sekarang belum ada buku manual anak yang 100% lengkap, beberapa buku manual anak kita sudah mulai di tulis untuk membantu para orang tua dalam mengelola anaknya. Artikel ini juga sebenarnya adalah salah satu manual tentang bagaimana mendidik anak-anak zaman sekarang pasti berbeda dengan anak zaman kita dulu. Kami juga telah menulis artikel , manual singkat tentang “ mengapa anak kita suka melawan dan susah diatur”.
f.Tidak mau belajar
Sesunggugnya, fitrah kita terlahir sebagai makhluk pembelajaran. Ingat wktu kita masih bayi atau anak-anak. Apa saja ingin kita pelajari…apa saja ingin kita ketahui. Namun sayangnya guru dan sekolah – sekolah kita telah membuat proses belajar sangat membosankan, tidak menyenangkan, dan bahkan sering membuat stress. Meski sejak itu kita semua menjadi makhluk yang “ malas belajar ”.
Tidak hanya anak kita yang perlu belajar, ternyata kita menjadi orang tua yang baik pun perlu banyak belajar. Jika tidak mau, mungkin jangan - jangan kita tidak akan pernah lulus untuk menjadi orang tua yang bai bagi anak-anak kita tercinta.
Artikel ini sengaja ditulis dengan format yang santai dengan tujuan agar anda semua tidak bosan untuk membacanya. Semoga artikel ini menjadi alat pembelajaran yang mengasyikkan Dan , Mengembalikan kita semua menjadi makhluk pembelajaran.
Namun, jika tidak…,stop dulu membacanya. Istirahat dulu sejenak dan besok boleh anda lanjutkan kembali. Jangan pernah memaksakan karena proses belajar itu bukanlah sebuah “ pemaksaan dan keterpaksaan”.
Bina Kreatif , Dari berbagai sumber , Juli 2009
***

Asyik Untuk Dibaca dan Dipahami

Bina Kreatif Talk about …….
Anak TK koq jadi tambah bingung…
Hafalan “Short Term Memory - CaLisTung”
Para orang tua dan guru yang berbahagia, suatu hari saya pernah diminta menjadi pembicara oleh salah satu pengelola TK yang ingin menyelenggarakan program parenting kepada para orangtua muridnya. Tema yang diambilnya waktu itu ada CALISTUNG kependekan dari Baca, Tulis dan Hitung. Saya bertnya pada penyelenggara, apa yang diharapkan dari saya melalui tema ini?
Begini, kami ingin memberikan pemahaman pada para orang tua bahwa di sekolah ini, kami belum mengajarkan Baca, Tulis dan hitung kepada anak di usia yang sangat dini. Namun masalahnya, para orangtua tetap saja ngotot dan terus meminta anaknya agar diajari Baca, Tulis dan Hitung.
Kemudian saya bertanya lagi, “apa alasan para orang tua meminta anaknya diajari Baca, Tulis dan hitung?”
Karena hampir semua sekolah dasar mewajibkan anak kelas 1 yang baru mendaftar harus sudah bias Baca, Tulis dan hitung.
Para orangtua dan guru yang berbahagia, saya tidak pernah lupa kejadian ini. Saya juga heran dari mana asal-usulnya, mengapa setiap sekolah dasar mewajibkan siswa baru kelas satunya bisa CALISTUNG. Padahal jika kita bandingkan dengan pendidikan - pendidikan anak usia dini yang ada di Negara - negara maju, sama sekali tidak ada kewajiban semacam ini. Program untuk anak usia dini mayoritas adalah bermain. Karena bermain, bagi anak-anak, sama dengan belajar. Mereka baru diperkenalkan Baca, Tulis dan Hitung pada kelas tiga sekolah dasar (Elementary).
Secara ilmiah, baru-baru ini saya membaca bahwa anak usia dini baru bisa memfokuskan organ visualnya pada objek tiga dimensi, oleh karenanya, alat-alat pembelajaran anak usia dini yang baik adalah berbentuk tiga dimensi. Apabila anak usia dini dipaksa untuk belajar CALISTUNG yang pada umumnya menggunakan objek dua dimensi atau tulisan di papan tulis, maka si anak akan mengalami gangguan organ visual pada usia yang lebih muda.
Para orang tua dan guru yang berbahagia , tahukah anda mengapa sekolah-sekolah yang ada di Negara maju tidak menekankan pada aspek Baca, Tulis dan Hitung, melainkan lebih menekankan pada aspek pengembangan kreativitas dan kemampuan berpikir / nalar anak?
Menurut penelitian ilmiah, secara global kemampuan otak manusia yang berkaitan dengan pembelajaran terbagi menjadi tiga hal besar. Pertama adalah kemampuan kreatif, kedua adalah kemampuan berfikir / nalar, dan ketiga adalah kemampuan mengingat.
Dari ketiga kemampuan ini, kemampuan mengingat merupakan kemampuan alami yang berifat pelengkap, sementara kemampuan kreatif dan berfikir mrupakan kemampuan utama dan vital yang akan membantu anak untuk mencapai sukses di kehidupannya kelak.
Keberhasilan hidup seseorang lebih banyak ditentukan oleh kemampuan kreatif dan berfikirnya ketimbang kemampuan mengingatnya, atau dengan kata lain kemampuan mengingat (short term memory) hanya sebagai pelengkap saja.
Namun sayangnya, yang terjadi pada system pendidikan kita malah sebaliknya. Sejak usia dini anak-anak sudah dipaksa untuk bisa CALISTUNG, yang sesungguhnya hanyalah sebuah proses untuk mngembangkan kemampuan mengingat jangka pendek anak (Short Term Memory Learning).
Ternyata proses ini tidak hanya berhenti di suia dini saja, namun hingga dewasa mereka terus diajar dan diuji berdasarkan kemampuan mengingatnya dan bukan kemampuan kreatif atau nalarnya.
Para orangtua dan guru yang berbahagia, berikut ini adalah salah satu contoh pertanyaan yang dulu pernah diujikan pada saat kita masih bersekolah.
Apa yang terjadi antara 1825 s.d. 1830 ? Masih ingat pelajaran sejarah ? ya, pasti jawabannya adalah perang diponegoro. Para orangtua dan guru yang berbahagia, sementara saya pernah tanyakan pertanyaan yang sama pada anak-anak TK.
“Nak, siapa yang tahu apa yang terjadi antara 18.25 s.d. 18.30 ? Tiba-tiba seorang anak berteriak,” saya tahu! Saya tahu! Itu waktunya adzan maghrib. “ Bagaimana menurut anda, salahkan jawaban anak ini? Tentu saja jika ini menjawab untuk soal ujian nasional pasti akan disalahkan.
Para Orang tua dan guru yang berbahagia, sejak kecil kita tidak pernah dinilai berdasarkan nalar kita dalam menjawab soal-soal. Sejak kecil kita juga tidak pernah diberi pertanyaan yang menggunakan nalar / berfikir seperti :
Apa yang terjadi jika minyak bumi Indonesia habis ? Apa akibatnya ? ya, saat hal itu terjadi maka masyarakat kita menjadi panic. Karena sejak dulu tidak pernah dipertanyakan, apa lagi sempat dipikirkan.
Para orang tua dan guru yang berbahagia, begitulah anak-anak kita telah dibesarkan dengan system pendidikan yang tidak melatih untuk berfikir kreatif. Jadi, wajar saja jika saat ini jumlah pengangguran baru dari lulusan akademi dan universitas terus membengkak. Sementara para pelajar lulusan SMA dan ederajat terus berebut menyerbu perguruan tinggi yang pada akhirnya juga akan menjadikan mereka hanya sebagai calon-calon pengangguran baru. Sayangnya ternyata mereka juga tidak menyadari hal ini, karena memang tidak pernah dilatih untuk memikirkannya.
Para orangtua dan guru yang berbahagia, mari bersama-sama kita ciptakan sitem pembelajaran yang mengasah kemampuan berfikir anak! Bukan sekedar hafalan. Agar kelak mereka bisa melihat dan menciptakan peluang-peluang baru, bukannya melihat dan menciptakannya masalah baru bagi bangsa ini!
Ingat, pasar bebas tenaga kerja sudah di depan mata. Zaman ketika persaingan kualitas manusia akan semakin ketat! Apakah kelak anak-anak kita akan menjadi budak atau tuan rumah di negrinya sendiri, kitalah yang paling bertanggung jawab.
Sebuah catatan artikel menarik tentang membaca dan menulis menjelaskan sebagai berikut :
Anak yang diajari menulis dan membaca lebih awal ternyata membaca buku dan membuat tulisan jauh lebih sedikit daripada anak yang diajarkan baca dan menulis kemudian. Jauh lebih penting untuk menjaga rasa ingin tahu anak dengan mengembangkan kreativitas individunya daripada mengajarinya untuk membaca dan menulis diusia dini.
Dan mungkin itulah sebabnya, kita semua, para orangtua yang dulu sejak kecil sudah di paksa untuk bisa membaca agar dianggap anak pintar dan mendahului anak lain, tetapi ironisnya kini malah menjadi orangtua yang jarang atau malas membaca. Apalagi untuk membuat tulisan.
Begini penjelasan alamiahnya. Apabila yang pertama kali dirangsang adalah otak kreatif dan rasa ingin tahu anak, maka anak-anak akan menyimpan segudang pertanyaan yang membutuhkan jawaban. Semakin banyak yang ingin diketahui anak maka semakin besar pula usaha untuk mencari jawabannya. Oleh karena itu, keinginan anak yang terpendam tersebut akan meledak apabila kemudian dia baru diajari bagaimana cara membaca dan menulis. Maka anak ini akan menjadi keranjingan untuk membaca dan menulis karena begitu banyak pertanyaan yang harus segera dijawab dan begitu banyak pengetahuan baru yang harus dia tulis.
Namun sebaliknya, jika yang dirangsang pertama adalah membaca dan menulis, maka otak kreatif anak ini tergantung dari rangsangan awalnya dan memiliki periode kritis hingga usia 12 tahun. Anak yang waktunya lebih terfokus untuk belajar membaca dan menulis sama sekali tidak memiliki ketertarikan, tidak punya pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab, oleh karenanya dia tidak banyak menggunakan kemampuan baca tulisnya.
Mungkin itulah alas an mengapa system pembelajaran di kebanyakan Negara maju lebih mementingkan kreativitas daripada kemampuan membaca dan menulis pada anak-anak di usia dini.
Mari kita renungkan kembali, seperti apakah anak-anak kita dirumah dan disekolah telah dididik?
Bina Kreatif Juni 2009

Dialog Dengan Kak Wien ………
“ Seputar Emosional Anak ”

Ada Tiga Surat yang masuk redaksi rangkuman dan jawabannya sebagai berikut :
1. Anak saya umurnya 9 tahun. Ia masih sulit dinasihati secara halus. Kalau saya marah, baru ia mau melaksanakan apa yang diminta. Ia selalu bersikap seperti itu dalam segala hal. Bagaimana untuk mengubahnya agar ia mau menurut?

2. Saya ibu dari dua orang anak. Salah satunya anak laki-laki umur 7 tahun dan nakal sekali. Apa yang saya katakana selalu diprotes. Apa yang harus saya lakukan?

3. Anak saya baru masuk SD, umurnya 6,3 tahun. Ia sulit sekali disuruh belajar, maunya main terus. Bagaimana mendidik anak agar mau menurut terhadap orangtua? Sebagai informasi, saya dan suami sama-sama bekerja.

Jawab:
Pada kesempatan ini, saya sengaja menggabungkan tiga pertanyaan di atas karena menurut saya ada kesamaan dalam permasalahan yang diajukan, yaitu menghadapi anak yang sulit mematuhi nasihat/ instruksi/ aturan/ apa pun yang diberikan orangtua. Dari ketiga pertanyaan di atas, semuanya berkaitan dengan anak usia sekolah dasar. Satu hal yang menarik dari usia ini adalah sering sekali mereka menolak dianggap anak kecil lagi. Akibatnya mereka tidak lagi “mudah menurut” jika cara orangtua dalam menyuruh/ mengatur membuat mereka merasa seperti anak kecil. Mereka akan lebih mudah memahami dan menuruti keinginan orangtua jika mereka diajak bicara dan diberi penjelasan/ alasan dari setiap aturan yang kita berikan pada mereka. Misalnya, mengapa mereka tidak boleh menonton TV terlalu lama atau tidur larut malam. Jadi, hindari instruksi seperti, “Kamu harus belajar karena Ibu menyuruh kamu belajar”, atau “karena itu memang kewajibanmu”. Lebih baik berilah alasan yang bisa mereka terima tentang mengapa mereka harus belajar.
Apabila anak sudah diajak bicara dan sudah pula diberikan penjelasan panjang lebar tapi masih sulit menurut juga, Anda bisa mencoba beberapa tip berikut dalam menghadapi anak:
 Perbaiki cara Anda memberikan instruksi pada anak. Berikan instruksi secara singkat dan jelas, seperti, “Sekarang kamu belajar di kamar”; berikan instruksi satu per satu; tatap mata anak ketika memberikan instruksi bukan dalam bentuk pertanyaan, seperti, “Kamu mau belajar atau tidak?” (tentu saja anak lebih memilih jawaban “tidak”).
 Berikan pujian pada kepatuhan anak, meskipun hasilnya tidak sempurna. Yang terpenting anak sudah berusaha. Contoh, “Terima kasih kamu sudah berusaha merapikan tempat tidurmu”.
 Perkuat pujian dengan konsekuensi positif, misalnya, “Nah, gitu dong cepat mengerjakan PR- nya. Karena kamu cepat, jadinya kamu punya lebih banyak waktu untuk main”.
 Berikan pilihan pada anak, contoh: Kalau kamu belajar sekarang, kamu masih punya waktu untuk main sepeda di luar. Tapi kalau belajarnya nanti-nanti, kamu akan kehilangan waktu bermainmu.
 Gunkan teknik overcorrection. Stephen Garber dalam bukunya “Good Behaviour” menyarankan orangtua untuk menggunakan teknik ini. Ketika anak tidak kunjung merespons instruksi Anda, katakana padanya, “Mungkin kamu belum tahu caranya ya, jadinya kamu belum merapikan tempat tidurmu. Sini, deh, Ayah ajarkan lagi, coba kamu ulangi terus sampai lima kali supaya kamu ingat caranya dan besok-besok sekali diminta kamu akan langsung melakukannya.” Dengan cara ini diharapkan anak akan lebih memilih langsung melakukan apa yang Anda minta ketika Anda baru 1x menyuruhnya.
 Gunakan teknik broken record atau piringan hitam/kaset rusak. Pernah dengar kaset rusak, yang syairnya dinyanyikan berulang-ulang? Nah, teknik ini diilhami dari kaset rusak tersebut. Caranya, ulangi terus instruksi Anda samapi anak bosan mendengarkannya dan akhirnya benar-benar melakukannya.

Satu hal lagi yang tidak boleh dilupakan adalah bahwa penerapan teknik di atas tetap membutuhkan kesabaran dari Anda. Jangan sampai emosi Anda ikut terpancing karena ini hanya akan memperburuk keadaan. Tetaplah memberikan perhatian dan kasih saying yang ia butuhkan karena yang kita “perangi” adalah perilaku anak, bukan diri anak.
Demikian saran dari saya.
Selamat mencoba dan tetaplah bersabar.

" SUPERMOM "

Bina kreatif talk about……

SUPERMOM , dilematika ibu bekerja?

Oleh : Mama Icha


Realita ibu bekerja di jaman sekarang menjadi pemandangan yang sangat biasa. Apalagi tuntutan masyarakat yang menginginkan wanita memiliki karier diluar rumah Banyak orang yang menyekolahkan anak perempuannya sampai jenjang Perguruan Tinggi dengan harapan anak perempuannya tersebut mudah mendapatkan pekerjaan. Emansipasi wanita memang menjadi alasan banyak perempuan untuk rela mengejar karier di luar rumah. Selain itu tuntutan ekonomi yang semakin tinggi membuat para suami mengijinkan istrinya untuk turut serta membantu mencari nafkah.

Banyak ibu yang diluar sana berkarier mulai dari sopir taksi sampai eksekutif di perusahaan ternama, mulai dari pemilik bisnis kecil – kecilan sampai pengusaha dengan omset milyaran rupiah pertahun. Namun setinggi apapun karier yang dicapai, seorang perempuan tidak akan melepaskan tanggung jawabnya terhadap urusan rumah tangga.

Seperti yang dialami Ibu Nia, ibu dari 3 orang anak. Sebagai seorang manager eksekutif di perusahaannya ia bertanggung jawab atas banyak hal di kantornya. Namun begitu sampai di rumah ia masih harus memasak untuk suami dan anak- anak. Alasannya untuk menjaga asupan gizi anak anaknya. Ia pun harus memastikan anak anak mengerjakan PR, menemani belajar sambil sesekali membuatkan soal latihan. Belum lagi harus menemani bermain dan membacakan cerita sebelum tidur. Ketika hari makin larut, Ibu Nia masih menyempatkan diri menyiapkan sarapan untuk esok pagi.

Pernah ketika si sulung sakit, Ibu Nia harus berkali kali menelpon ke rumah untuk memastikan sang pengasuh merawat anaknya dengan baik.

Ketika Ibu Nia merasa ada yang tidak berjalan sebagaimana mestinya, ia merasa sangat bersalah.

Apa yang dialami oleh Ibu Nia diatas bisa jadi Sindroma Supermom. Supermom adalah suatu cara berfikir seorang ibu yang merasa dirinya mampu melakukan apa saja, dimana saja dan kepada siapa saja. Keinginan menjadi Supermom sama saja dengan menginginkan segala sesuatunya berjalan sempurna. Padahal tidak ada yang sempurna didunia ini kan? Seorang ibu super biasanya cenderung menginginkan anaknya mengikuti pola pikirnya dan langkah langkahnya yang serba cepat dan dinamis. Ketidak mampuan sikecil mengikuti irama sang ibu menjadikan ibu tidak sabar. Dalam hal prestasi, sang supermom menginginkan anaknya serba bisa. Dimasukkannya anak anaknya dalam berbagai kegiatan dan kursus - kursus tanpa perlu memikirkan anaknya suka atau tidak. “Nak, ini untuk kepentinganmu juga lho……”

Contoh yang dialami ibu Nia diatas menunjukkan pada kita bahwa peran ganda seorang perempuan sebagai ibu rumah tangga sekaligus pekerja adalah tidak mudah dan sangat berat. Tanggung jawab seorang perempuan di kantor sama beratnya dengan tanggung jawab seorang laki- laki. Namun masyarakat kitapun masih punya pandangan bahwa seorang perempuan harus pandai mengurus keluarga. Citra buruk akan melekat pada diri perempuan apabila ia dianggap gagal mengurus rumah tangganya.

Oleh sebab itulah bisa dikatakan beban seorang perempuan dua kali lipat beban laki – laki.

Walaupun sindroma supermom lebih banyak terjadi pada perempuan bekerja, namun bukan tidak mungkin ibu rumah tangga biasa bisa menjadi supermom. Apabila anda seorang SUPERMOM, anda bisa jadi menemui banyak kesulitan. Ketika pulang kantor dalam keadaan lelah, anda akan lebih mudah marah.Apalagi jika melihat hal dirumah yang tidak sesuai dengan keinginan anda. Disaat anda sakit, anda menjadi tidak tenang, karena terbayang kondisi rumah yang acak- acakan tidak terurus. Lantas siapa yang memasak makanan untuk suami dan anak – anak? Siapa yang akan mengantar anak kesekolah? Siapa yang akan ………..?????

Lantas bagaimana agar tidak terjebak pada keinginan menjadi ibu yang super? Ada beberapa langkah yang bisa dicoba, yaitu:

1. Mengenali diri sendiri, seberapa besar kemampuan diri sendiri. Seorang supermom biasanya adalah orang yang dinamis, ambisius dan memiliki orientasi prestasi yang tinggi. Jadi kalau anda bukan tipe seperti itu jangan memaksakan diri.

2. Kenali tipe pribadi anda, apakah anda orang yang perfeksionis atau yang apa adanya. Anda orang yang pencemas atau tidak.

3. Kurangi tuntutan berlebih pada diri sendiri.

4. Mengajak suami berperan serta dalam urusan rumah tangga. Misalnya dalam hal pengasuhan anak yang selain meringankan tugas istri juga berdampak positif bagi anak.

Suatu hal yang wajar apabila ibu tidak sanggup mengerjakan suatu hal,lantas meminta bantuan orang lain.

Untuk menjadi seorang ibu yang dicinta keluarga, tidak perlu menjadi SUPERMOM bukan?

---------------BINA KREATIF 2009----------------

KOMUNIKASI EFEKTIF

Bina Kreatif Talk About ……

KOMUNIKASI EFEKTIF

ORANG TUA DENGAN GURU

Disusun oleh: Tim BINA KREATIF

Hari itu kami berada di sebuah sekolah dibilangan Jakarta Timur. Kebetulan kami mendampingi Pak Winardi dalam suatu sesi konsultasi. Seorang ibu mengeluh tentang minimnya peran guru dalam mendidik anaknya di sekolah.” Masa anak saya sudah 4 bulan sekolah disini belum satupun diajarkan membaca dan menulis, setiap hari hanya bermain- main dan menggambar melulu…” Pak Win kok bu Guru tidak perhatian ya sama anak saya, kalo dikelas anak saya di cuekin. Gurunya cuma memperhatikan anak lain”. “ Pak, sebelum anak saya sekolah ia anak yang rajin belajar, tapi setelah sekolah kok malah malas belajar, lebih suka bermain. Apalagi dikelas jadi agresif suka memukul temannya. Apa karena kurang perhatian dari gurunya ya?” yang tidak kalah seru banyak ibu guru yang akhirnya mengeluh, “Pak, mamanya si Ade(nama samaran) minta supaya saya beginilah, begitulah, belum lagi anaknya susah diatur!”

Sebenarnya pokok permasalahannya dimana sih?

Mungkin kita harus mengupas kembali tentang bagaimana sih sebenarnya proses belajar mengajar di TK. Taman Kanak- Kanak atau TK sebenarnya adalah suatu tempat yang memang didisain untuk bermain. Ya…… namanya juga Taman bukan Sekolah. TK merupakan wadah untuk mempersiapkan anak memasuki jenjang Sekolah Dasar. Anak dipersiapkan mentalnya, motorik, konsentrasi, kondisi emosional, bersosialisasi,kemandirian dan daya pikirnya. Nah karena usia TK merupakan fase eksplorasi yang lebih banyak mengandalkan gerakan maka pada usia ini anak lebih suka bermain. Oleh sebab itu kurikulum di TK dibuat sedemikian rupa sehingga mengakomodasi kepentingan anak akan bermain. Banyak TK yang memiliki misi dan visi belajar sambil bermain. Namun pada kenyataannya misi ini bergeser kearah lebih banyak belajarnya dibanding porsi untuk bermain.

Bermain bagi anak usia prasekolah juga adalah media untuk belajar. Anak belajar mengidentifikasi dan mengelola emosi, suatu pelajaran paling mendasar dalam kehidupan. Anak belajar berbagi dengan sesama , bersosialisasi, mengasah empati, dsb. Sebuah penelitian juga menemukan bahwa anak yang dibiarkan bermain secara alami memiliki tingkat depresi yang rendah. Ini menunjukkan bahwa bermain bagi anak prasekolah dapat menurunkan hormon stress. Banyak sekali kita temui orang tua yang merasa rugi kalau anaknya hanya bermain saat disekolah. Mereka menutut anaknya bisa membaca, menulis dan berhitung serta memiliki academic skill yang tinggi.”Lho…….saya kan masukin anak saya di TK supaya gampang masuk SD favorit dan mudah mengikuti pelajaran di SD kelak” bahkan kami pernah menemui orang tua yang tidak mau menyekolahkan anaknya di TK dengan alas an rugi, karena disekolah banyak mainnya ketimbang belajar. Pendapat yang demikian tentu saja salah.

Tugas pengasuhan anak dan pendidikan anak yang paling utama sebenarnya adalah di rumah. Keluarga adalah teladan bagi anak untuk mempelajari segala sesuatu baik yang bersifat akademis maupun non akademis, yang bersifat verbal maupun non verbal. Orang tualah yang bisa bertindak sebagai observer,guru,pengasuh,dan pendidik yang baik bagi anak anaknya. Orang tua paling tahu sifat dan karakter anak,kelebihan dan kekurangan anak sehingga sebagai orang yang pertama paham bagaimana cara memperlakukan anak. Pola asuh yang diterapkan orang tua di rumah secara tidak langsung akan berimbas ke lingkungan sekolah.

Lalu bagaimana agar terjadi keselarasan antara pendidikan anak di sekolah dan dirumah? Yang paling penting adalah adanya komunikasi yang baik antara pihak sekolah terutama guru kelas dengan orang tua.

Tugas pendidikan anak tidak bisa dibebankan sepenuhnya ke sekolah. Memasukkan anak kesebuah sekolah tidak seperti menitipkan bahan kain ke penjahit yang setelah menjadi sebuah baju bisa langsung dipakai. Begitu orang tua memutuskan akan memasukkan anaknya ke sebuah sekolah, saat itu pula sudah ada komunikasi antara sekolah dan orang tua. Pihak sekolah sudah harus terbuka mengenai materi pelajaran, sistem pengajaran dan fasilitas apa saja yang akan diberikan selama kegiatan sekolah berlangsung. Pihak sekolah bertanggung jawab untuk memberikan cara- cara belajar kepada anak- anak dan orang tua bertanggung jawab membantu belajar anak dan memberi motivasi kepada anak.

Dibutuhkan kerjasama yang baik antara orang tua dan sekolah. Mungkin kerjasama yang diharapkan tidak mudah untuk dilaksanakan. Hal ini bisa saja karena keterbatasan waktu pertemuan guru dengan orang tua bisa karena kedua orang tua bekerja ataupun karena faktor orang tua tunggal.

Orang tua perlu mengetahui target pencapaian pendidikan disekolah, untuk kemudian berkolaborasi dengan guru mendorong anak mencapai target yang diinginkan. Contoh sederhana seperti yang dialami Anti (nama samaran) seorang murid TK B. Sudah 3 bulan bersekolah Anti masih “pipis” didalam kelas. Bu guru sudah meminta Anti untuk memberitahu bu guru jika ingin BAK. Tapi rupanya himbauan bu guru tidak membuat Anti langsung melaksanakan intruksi bu guru. Karena kemandirian merupakan target pencapaian di TK maka bu guru tidak bisa berusaha seorang diri. Guru dapat mengkomunikasikan hal tersebut kepada orang tua dan bersama sama mencari jalan keluar permasalahan tersebut. Setelah ditelusuri ternyata sang mama termasuk orang yang over protective kepada Anti. Segala sesuatu harus mama yang membantu. Ketika mama tidak ada Anti seperti kebingungan harus minta tolong sama siapa. Anti malu minta tolong sama Bu Guru. Anti mengalami krisis percaya diri. Sedikit demi sedikit mama mendorong Anti untuk lebih mandiri di rumah. Bu Guru pun lebih intensif melakukan pendekatan personal ke Anti. Sesekali Bu Guru berkunjung ke rumah Anti. Akhirnya sedikit demi sedikit rasa percaya diri Anti mulai muncul. Bahkan akhirnya Bu Guru senang karena Anti sudah berani mengungkapkan keinginan dan perasaan kepada Bu Guru. Suatu pencapaian yang tentu saja melebihi target yang diinginkan.

Ayah ibu………,harus diakui Guru di sekolah tidak mempuyai cukup waktu untuk mengoptimalkan setiap aspek kecerdasan anak. Dengan waktu belajar yang singkat dan jumlah murid yang harus ditangani. Untuk itulah kerjasama yang sinergis antara orang tua dan guru harus ditingkatkan.

Sekolah yang baik perlu menerima secara terbuka saran dan kritikan dari orang tua. Karena dengan adanya saran maupun kritikan dari para orang tua menandakan para orang tua peduli terhadap proses pendidikan disekolah tersebut.

===== Bina Kreatif =====

MENJADI SAHABAT SEKALIGUS TEMAN BAGI ANAK

Obrolan pagi ala Kak Wien ……..

Menjadi Sahabat sekaligus teman bagi anak - anak

Sepuluh tahun yang lalu berdasarkan penelitian , volume otak anak usia 5 tahun masih dalam kategori perkembangan yang biasa. Namun decade 2000-an perkembangan volume otak anak meningkat rata – rata 10% - 15 %, hal ini bisa disebabkan oleh nutrisi yang lebih seimbang juga termasuk perkembangan kecerdasan anak – anak sekarang cenderung meningkat , ada beberapa hal yang memungkinkan perkembangan itu optimal :

1. Nutrisi yang lebih baik

2. Pemahaman orang tua tentang anak meningkat / lebih baik dari sebelumnya

3. Stimulan yang di berikan pada anak – anak sekarang lebih kreatif dan vareatif

4. Informasi yang masuk ke anak sangat beragam

1. Nutrisi yang lebih baik

Kalau kita simak saat ini banyak sekali “produk makanan atau minuman” yang ditawarkan produsen pada konsumen mulai dari produk Susu , produk makanan pendamping , bubur dll, semua berorientasi pada kebutuhan “balita” dan pada akhirnya orang tua akan memilihkan produk menu terbaik untuk putra – putrinya. Hal ini juga sangat mempengaruhi pada pertumbuhan “Volume otak anak” . Berdasarkan penelitian ternyata memang nutrisi besar pengaruhnya terhadap perkembangan otak dan kecerdasan anak.

Gimana ? ……. Rehat dulu kita coba evaluasi ke anak – anak kita … sudah kita berikan nutrisi yang baik belum untuk anak……. He… he….. menu makanan sehat tidak harus yang instan lho…. Sayur buatan mama juga tidak kalah koq….. coba saja menu sayur bayam buatan mama……wah tentu bergizi juga…… eh…para ibu jangan berkecil hati ya….. menu masakan buatan mama juga Dahsyat koq untuk anak….(red )

2. Pemahaman orang tua tentang anak meningkat

“Kursus Mendidik Anak ?” … memang ada? …… ternyata sekarang ini banyak sekali lembaga atau institusi yang menawarkan “Kursus mendidik anak “ supaya lebih berkualitas, Disamping itu banyak juga buku – buku tentang perkembangan psikologis anak, mulai dari dalam kandungan sampai pada usia remaja anak. Orang tua memiliki banyak pilihan untuk mendapatkan ilmu mendidik anak . Semakin meningkatnya pengetahuan orang tua tentang anak tentunya akan semakin berkualitas dalam pengasuhannya. Kalau kita amati lebih dari 500 judul buku tentang cara / metode mendidik dan mengoptimalkan potensi anak. Hal inilah yang membuat perkembangan anak – anak semakin baik. Juga tak kalah besar peranan dari internet, bahkan banyak orang tua memperoleh informasi tentang anak dari internet.

Nah … saat ini juga sudah dimulai dari “Bina kreatif Parenting Course” dengan menghadirkan psikolog anak ke sekolah yang jadi binaan , tentu hal ini jadi satu trobosan yang sangat dinantikan banyak orang tua….. ( kita ambil respon dari peserta parenting course , sebagian besar menganggap sangat penting dan perlu , bahkan tidak sedikit orang tua murid yang akhirnya mengadakan kegiatannya di perkumpulan arisan, pengajian , majelis ta’lim bahkan sampai pada perkumpulan ibu – ibu PKK kelurahan…. He…he… Psikolog goes to School….. sampai saat ini respon yang kami terima sangat positif…. Sukses Bina Kreatif…. Redaksi )

3. Stimulan yang diberikan pada anak makin kreatif dan bervareatif

“Kursus membaca a,I,u,e,o untuk balita?” …….. “Kursus Sempoa, mental aritmatika , jarimatika untuk balita dan pra sekolah?” ……. “Kursus bahasa inggris untuk prasekolah dan balita?” …. “Kursus olah vocal , menari, karate berenang untuk anak?” dan masih banyak lagi yang di tawarkan untuk anak…. Bahkan ada lembaga Pra sekolah yang menawarkan berbagai methode pembelajaran untuk anak….. lalu sebagai orang tua tentunya makin banyak pilihannya…… ada yang memahami betul kondisi anaknya, ada yang ikut – ikutan dan lain – lain pilihannya…… intinya semua berorientasi pada Akademik skill nya anak. Adalagi metode belajar dengan Glen Domand dan masih banyak lagi. semakin vareatifnya metode membuat orang tua mempunyai banyak pilihan untuk mengajari anak – anak nya.

Wow…ternyata bayak sekali yang menawarkan cara terbaik dalam belajar… kita deh sebagi orang tua kadang tambah bingung mana yang mesti dipilih….. yang harus jadi pegangan bagi para orang tua “Boleh kita mengajarkan bermacam methode pembelajaran untuk anak – anak tapi yang lebih penting harus “Kreatif , fun…belajar sambil bermain…. And…. Anak tidak terbebani dengan bermacam – macam hal yang di berikan !!!!” Oke …untuk para orang tua mesti kreatif , sabar dan memahami anak – anak.

Untuk lebih memahami pernak – pernik kursus untuk anak buka artikel berjudul “ Haruskah anak Kursus?”

4. Informasi sangat beragam yang di terima anak.

Dari mulai media televisi , animasi , game bahkan sampai pengenalan belaajar melalui “Multi Media” bahkan anak anak sekarang sudah pandai bermain dengan media computer, termasuk juga tentang program “Media Edukasi” untuk pre school, mulai dari mewarnai , mengenal huruf , mengenal angka , belajar membaca , belajar berhitung dan sebagainya. Termasuk juga mendapatkan pembelajaran dari buku – buku yang beragam dan menarik untuk anak – anak. Dari penelitian ternyata peran media juga penting dalam perkembangan kecerdasan anak.

Nah… semakin banyak informasi yang didapat anak , semakin pintarlah anak – anak , yang penting sekarang bagaimana kita bisa memberikan informasi terbaik untuk anak dan mem-back up informasi negative-nya

Saran Untuk para Orang tua dan para Guru Pra sekolah……..

  1. Terus active mencari dan menuntut ilmu perkembangan psikologis anak,
  2. Tetap kreative dalam mengajarkan materi untuk anak ,
  3. Jeli merespon permasalahan yang dialami anak
  4. Tetap sabar menghadapi perkembangan emosional dan kecerdasan anak
  5. Jangan membanding – bandingkan kekurangan dan kelemahan anak
  6. Tetap siap menghadapi kondisi anak, siap menemani belajar , siap menerima kritikan dari anak
  7. Siap menjdi sahabat sekaligus teman bagi anak - anak.
  8. Berbagilah dengan pasangan hidup anda dalam mendidik dan mengarahkan anak
  9. Dan akhirnya bersiaplah menjadi Orang tua yang selalu menjadi figure Positif bagi anak – anak

Dengan bekal ilmu yang cukup , kesabaran yang tinggi dan kreatif yang selalu kita lakukan , tentunya anak – anak akan terus merasa “Nyaman” berada disisi orang tuanya yang menjadi sahabat sekaligus teman bagi anak – anak.

Kembali ke Laptop …he….he…. kata Mas Tukul Arwana……..

Oke… selamat berjuang semaga kita tetap menjadi sahabat sekaligus teman bagi anak – anak kita. Semoga berhasil.

Kak wien , Bina Kreatif 2009

SEMINAR PSIKOLOGI ( Sasaran Orang tua dan pelaku Pendidikan)

SEMINAR PSIKOLOGI ( Sasaran Orang tua dan pelaku Pendidikan)
Tujuan : Memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada orang tua tentang perkembangan psikologi dan perkembangan emosional anak, sehingga bisa mencari solusi permasalahan anak dengan tepat.

"SMART Parenting Bina Kreatif Kids Care"

"SMART Parenting Bina Kreatif Kids Care"
"Sekolah yang baik adalah sekolah yang bisa meng-akumudir style dan potensi anak, jadi sekolah yang favorit menurut kebanyakan orang belum tentu baik untuk anak kita."Cuplikan dialog (Red)

KANTOR " BINA KREATIF "

KANTOR " BINA  KREATIF "
Alhamdulillah Kantor sekaligus tempat berbagi pengetahuan tumbuh kembang anak telah dioprasikan. Ingin Info lebih banyak silahkan Hubungi Management BKKC : 021 95192514 semoga banyak manfaatnya. Amin.

TEAM BINA KREATIF KIDS CARE

TEAM  BINA KREATIF KIDS CARE
Setiap anak memiliki kelebihan dan kekurangan masing - masing , tugas kita sebagai orang tua hanyalah membimbing , mengarahkan dan mendidiknya dengan baik. Kesabaran dalam mengasuh anak adalah kunci utama keberhasilan menjadikan anak - anak yang hebat , berakhlaq dan cerdas.
 

INFO 2009

INFO  2009

CONSULTING INFORMATION

CONSULTING  INFORMATION

INGIN KONSULTASI PSIKOLOGI

INGIN  KONSULTASI PSIKOLOGI