INDIGO CHILD

By : Bina Kreatif

Diera millennium sekarang ini muncul suatu fenomena kejiwaan baru yang disebut indigo- child. Indigo adalah warna nila,warna biru keunguan. Dalam istilah psikiatri/ ilmu jiwa istilah ini dipakai untuk mengidentifikasi seseorang dengan warna aura dominant nila. Lee Carrol dan Jan Tober dalam bukunya yang berjudul The Indigo Children menyebutkan bahwa para pakar dan praktisi kesehatan anak menemukan anak- anak yang termasuk indigo child memperlihatkan serangkaian cirri atau karakteristik psikologis baru dan tidak biasa. Pola perilakunya yang secara umum juga belum terdokumentasi atau diketahui sebelumnya. Ciri yang dapat dibuktikan hanya dengan perangkat foto aura.

Adapun cirri- cirri anak indigo adalah :

  1. Memiliki kesulitan menghadapi otoritas mutlak.
  2. Tidak mau melakukan kegiatan tertentu seperti menunggu giliran dan kegiatan lain yang mengikuti aturan ( yang menurutnya tidak masuk akal )
  3. Seringkali menemukan cara yang lebih baik untuk mengerjakan sebuah kegiatan baik dirumah atau disekolah.
  4. Tampak sebagai pribadi yang asosial ( kecuali dikalangannya sendiri)
  5. Mudah frustasi menghadapi system yang berorientasi pada ritual serta kegiatan yang tidak menuntut kreativitas.
  6. Tidak dapat dididik dengan disiplin kaku.
  7. Tidak malu membiarkan orang lain mengetahui apa yang mereka butuhkan
  8. Penghargaan terhadap diri sendiri bukanlah hal utama yang mereka cari.
  9. Perilaku mereka seringkali menunjukkan bahwa diri mereka sudah “ditakdirkan” hadir didunia.

10 Mereka biasanya muncul sebagai sosok yang memiliki keagungan kewibawaan.

Indera keenam dan kepekaan juga menjadi cirri yang umumnya dijumpai pada anak- anak indigo. Selain cirri umum tersebut, ada 4 tipe indigo child yakni tipe humanis, tipe konseptual, artis( seniman) dan interdimensi ( menguasai segala bidang) yang sangat jarang jumlahnya.

Anak indigo seringkali tidak mau diperlakukan seperti anak kecil dan tidak mau mengikuti tata cara maupun prosedur yang ada karena sudah punya rekaman dialam bawah sadar yang lebih maju dan canggih. Tandanya sudah muncul sejak anak mulai bisa berbicara. Hal ini ditandai dengan bicaranya yang berbeda dengan anak lain.

Dalam penanganan bila menghadapi masalah, psikiater akan membiarkan indigo child berperan aktif dalam terapi. Tetapi bagi pasien yang belum mampu berperan aktif ( yakni anak kecil yang secara fisik masih lemah dan belum kooperatif dia dapat dibantu oleh keluarga atau orang terdekatnya.

Untuk mengetahui apakah anak merupakan indigo atau tidak, maka cara pertama yang mudah adalah dengan memeriksakan aura dengan aura video station.

Penanganan yang kurang tepat menyebabkan anak menjadi bingung. Oleh karena anak indigo memiliki apa yang disebut indera keenam, maka ketika anak harus menyangkal apa yang diketahuinya (missal tentang apa yang akan terjadi) semata mata karena berlawanan dengan orang tua, apa yang dilihat atau didengar dianggap hanya khayalan maka anak bisa frustasi.

Anak indigo seringkali mengalami kesulitan belajar disekolah, meskipun ia memiliki skor iq yang tinggi. Kesulitan lain yang muncul adalah sering erasa takut dikarenakan kelebihan indera pendengaran dan penglihatannya.Perasaan tidak aman terhadap lingkungan menyebabkan anak indigo berperilaku asosial.

Yang terpenting orang tua yang memiliki anak indigo harus bisa memberikan rasa aman pada anak. Jika anak merasa aman, ia berkesempatan untuk berkembang dengan optimal.

Info : www.bina.kreatif@yahoo.co.id

RANGKUMAN DIALOG PSIKOLOGI

( Diambil dari dialog permasalahan anak dengan Pakar Psikologi anak )

Akhir Winardi , Psi. MM. ( Kak Wien )

1. Pertanyaan : Saya mempunyai keponakan yang duduk di TK B. Permasalahan yang sering dihadapi oleh gurunya adalah bila diejek sedikit saja oleh temennya dia marah. Bahkan sampai menangis dan langsung pulang lapor orang tuanya. Tetapi kalau disanjung sedikit saja ia merasa sombong bahkan meremehkan temannya yang lain. Sebenarnya dia paling pandai di sekolah. Yang ingin saya tanyakan, bagaimana cara memberi pengertian kepada keponakan saya ?

Jawab : Seorang anak yang pandai atau cerdas di sekolah,belum tentu cerdas secara emosional.Untuk itu memang di perlukan upaya untuk melatihnya,agar kecerdasan emosional sang anak juga berkembang dengan baik.Caranya antara lain:Ajaklah anak untuk berdialog dari hati ke hati,beri penjelasan bahwa dalam berteman kita perlu memiliki sifat rendah hati dan tidak boleh sombong.Tidak perlu marah apabila diejek temen,sebaliknya bisa menghadapi dengan tetap tersenyum.Selain itu,kita juga bisa memberi contoh nyata dengan tetap bersikap sabar dan penuh kasih saying terhadap sang keponakan tersebut dalam membimbingnya.Semoga dalam waktu yang tidak terlalu lama kecerdasan emosionalnya dapat terus berkembang dengan baik.

2. Pertanyaan : Saya mempunyai anak berusia 5 tahun. Sekolah di TK B.Dia sudah bisa menulis dan membaca. Huruf a-z besar kecilnya dia sudah paham. Bila saya perhatikan saat dia belajar,dia jadi malas. Misalnya saya suruh membaca. Meskipun dia sudah bisa membaca,dia tidak mau. Jadi,saya biarkan saja dia belajar sendiri. Saat saya suruh menulis namanya,dia mau dan tidak satu huruf pun yang salah. Dia sangat senang saat saya beri nilai 10. Sepetinya anak saya tidak mau diperintah. Yang ingin saya tanyakan adalah bagaimana caranya agar anak saya mau diperhatikan saat belajar.

Jawab : Pada dasarnya setiap anak memiliki semangat yang luar biasa untuk belajar. Semangat ini akan terus berkembang sampai dewasa. Apabila dibiarkan untuk tumbuh dengan sendirinya secara wajar. Artinya tidak dipaksakan atau diperintah dengan cara-cara yang tidak berkenan di hati anak. Saran saya, sebaiknya ibu tidak terlalu banyak memerintah atau memaksakan kehendak kepada putra ibu yang pada dasarnya sudah cukup cerdas dan senang belajar itu. Biarkan ia menikmati suasana belajarnya dengan cara-caranya sendiri yang lebih tepat untuk dirinya, sehingga semangat belajar tersebut akan terus bertahan sampai dewasa.

3. Pertanyaan : Saya mempunyai anak berusia 5,1 tahun dan sekolah di Tk B. Kebetulan saya yang mengajar di Tk itu. Permasalahannya anak saya itu semangat sekali kalau belajar berhitung. Tetapi kalau belajar membaca, menulis, mewarnai dia kurang bersemangat alasannya nanti di rumah. Padahal kalau sudah sampai di rumah ada-ada saja alasannya. Saya sudah mengajaknya belajar sore atau malam hari. Kadang-kadang saya putus asa, Apakah karena saya yang menjadi gurunya sehingga anak saya sulit dibimbing? Sedangkan teman-temannya selalu bersemangat dalam mengikuti pelajaran apapun. Yang ingin saya tanyakan adalah :

a. Bagaimana caranya agar anak saya itu bersemangat dalam menerima pelajaran yang diberikan?

b.Bagaimana agar anak saya menurut bila dinasihati atau dibujuk?

Jawab : Setiap anak pada dasarnya unik. Mereka saling berbeda satu sama lain, sehinga tidak bisa begitu saja saling diperbandingkan dengan teman-temannya yang lain. Ada anak yang cerdas dalam berhitung,namun mungkin juga kurang dalam membaca, menulis, atau mewarnai. Tentu kita tidak dapat memaksanya agar anak mampu sekaligus menguasai semuanya. Jadi saran saya, tidak perlu khawatir apabila putra ibu kurang menyukai beberapa kegiatan, seperti membaca dan menulis. Dengancara yang lebih santai atau memberi sedikit kebebasan pada putra ibu, biasanya minat untuk kegiatan tersebut setahap demi setahap justru akan muncul. Namun dengan cara-cara yang terlalu memaksa anak justru akan semakin menghindari dengan seribu satu alasan.

4. Pertanyaan : Saya ibu dari 2 orang putra (5 tahun dan 2,5 tahun). Anak pertama laki-laki sudah masuk TK A.ia anak yang pendiam dan pemalu. Permasalahan yang saya hadapi adalah:

a. Jika diganggu adiknya atau mainan / pensil diminta temannya dia tidak berani membalas atau memintanya kembali. Dia hanya menangis.

b. Jika di rumah belajar saya tunggu dia bisa membaca dan menulis. Tapi kalau di sekolah dia selalu kalah dan paling akhir selesainya

c. Bagaimana cara mengajari dan menumbuhkan keberaniannya? karena dia juga penakut dan agak pasif.

Jawab : Perilaku anak pada dasarnya diperoleh melalui proses belajar. Artinya: anak menjadi penakut atau pemberani, melalui proses belajar yang berlangsung setahap demi setahap. Kalau saat ini putra ibu tampil sebagai anak penakut, maka sebetulnya tanpa disadari lingkungan telah mengajarinya untuk menjadi anak yang penakut. Misalnya : anak terlalu banyak dilindungi sehingga kurang diberi kesempatan untuk belajar mandiri. Maka untuk mengubahnya, tentu diperlukan suatu proses yang cukup memakan waktu. Untuk sebaiknya mulai dari sekarang dengan tetap tenang, ibu lebih memberi kesempatan kepadanya bersosialisasi. Selain di sekolah, anak bisa dilibatkan dalam berbagai kegiatan disanggar atau mengikuti berbagai acara-acara lmba. Beri dorongan secara positif dan terima kegagalan-kegagalannya dengan sikap yang positif pula. Semoga dapat memperoleh kemajuan.

5. Pertanyaan : Saya ibu dari 3 orang anak, berumur 7 tahun, 5,5 tahun, dan 4,5 tahun. Dalam keseharian sepenuhnya saya curahkan waktu hanya untuk anak-anak, karena saya ingin kelak anak saya mempunyai keahlian khusus sesuai kemampuan masing-masing. Yang ingin saya tanyakan antara lain:

a. Bagaimana cara mengetahui bakat anak sedini mungkin?

b. Sejak umur berapa bakat anak dapat di ketahui?

c. Apakah bakat merupakan bawaan dari lahir?

Jawab : Sungguh suatu hal yang sangat membanggakan bahwa ibu berkenan mencurahkan perhatian sepenuhnya kepada putra-putri ibu.

a. Cara mengetahui bakat anak sedini mungkin antara lain dengan cara mengamati secara seksama berbagai kegiatan dan perilaku anak. Misalnya begitu mendengarkan irama lagu di TV, anak menggoyang-goyangkan badannya sambil menari. Maka ada indikasi anak memiliki bakat menari.

b. Mengetahui bakat anak bisa dilakukan pada usia dini, sekitar 9-12 bulan, apabila lingkungan memberikan rangsangan mental yang cukup kaya dan orang tua melakukan pengamatan yang cukup jeli.

c.Bakat umumnya dibawa sejak lahir. berkembang atau tidak, tergantung pada upaya melatihnya setelah anak itu tumbuh lebih besar.

6. Pertanyaan : Saya mempunyai seorang anak berusia 6 tahun sekolah di Tk. Ia mempunyai kebiasaan keinginannya harus dipenuhi seketika. Kalau keinginannya tidak terpenuhi ia selalu mogok makan, menolak jika disuruh belajar, marah-marah, dan mengancam. Maka dari itusaya selalu menuruti keinginannya. Yang ingin saya tanyakan:

a. Apakah kebiasaan anak saya akan terbawa sampai besar?

b. Benarkah tindakan yang saya lakukan?

c. Bagaimana cara mengatasi dan memberikan pengertian kepada anak saya?

Jawab : a. Kalau dibiasakan serba dituruti demikian, memang lama kelamaan akan terbawa terus sampai besar.

b. Tindakan yang selalu menuruti setiap keinginan anak pada dasarnya tidak dapat dibenarkan. Selain merusak disiplin anak, juga membuat anak tidak memahami norma-norma yang berlaku dilingkungannya.

c. Ajaklah anak berdialog dengan efektif. Dengarkan keinginnan utama anak, lalu bicarakan semua dengan cara baik-baik dan rundingkan pemecahannya. Jelaskan bahwa tidak semua keinginan segera terpenuhi, Namun semua bisa diupayakan secara bertahap.

Note :

semoga bermanfaat … Untuk edisi depan Kirim Permasalan Anak Anda via e-mail : www.bina.kreatif@yahoo.co.id atau hubungi layanan konsultasi psikologi Phone : 02187987089 ; 0815185 3874.

MEMAHAMI GAYA BELAJAR ANAK


MENGOPTIMALKAN POTENSI ANAK
MELALUI PEMAHAMAN GAYA BELAJAR
Disusun oleh : Tim Bina Kreatif


Dalam dunia orang dewasa, bukan masalah besar kalau kita tidak bisa menguasai dan mahir dalam semua bidang. Meski demikian banyak orang tua saat ini yang memberi beban berat kepada anak- anaknya.Mereka mengharapkan anak – anaknya dapat menguasai “semua” bidang. Setiap hari mereka dituntut berprestasi baik dalam bidang matematika, membaca, menulis, berbicara, mengeja, menghapal, pemahaman konsep, pemecahan masalah, sosialisasi, olah raga, dan mengikuti perintah verbal.Sampai saat inipun masih banyak orang yang berpendapat bahwa jika seorang anak mampu menguasai semua bidang diatas, maka dikatakan anak itu cerdas.
Dalam beberapa tahun terakhir ini telah berkembang teori kecerdasan majemuk yang dipelopori oleh Howard Gardner, seorang professor pendidikan dari Harvard University.Beliau menyatakan bahwa otak merupakan organ yang sangat kompleks dengan kapasitas yang jauh lebih besar untuk belajar ketimbang yang saat ini dipakai manusia. Sebagian dari kita memiliki otak yang mampu menyerap banyak informasi sekaligus, namun ada juga yang hanya mampu menyerap dan memproses info sedikit demi sedikit. Ada yang mampu menyimpan dan mengeluarkan kembali informasi dalam otak dengan cepat sementara ada yang melakukan hal tersebut dengan lambat. Ada jenis pikiran yang lebih suka menggunakan hasil pemikiran sendiri daripada mengambil ide orang lain, ada yang sebaliknya. Jadi kita memiliki otak yang memiliki rangkaian tertentu,yang menonjol dalam suatu bidang dan lemah dalam bidang yang lain. Disadari atau tidak, banyak anak- anak yang merasa “terluka” secara emosional . merasa gagal, dan tidak berarti ketika harus menghadapi kenyataan bahwa mereka tidak bisa memenuhi harapan orang- orang yang ada disekelilingnya. Atau bahkan tidak mampu memenuhi harapan dan tuntutan orang tua terutama dibidang akademis.
Dalam perkembangan psikologi saat ini seringkali kecerdasan majemuk dikacaukan dengan gaya belajar. Hal ini dapat menimbulkan kesalah pahaman tentang pengertian gaya belajar. Gaya belajar adalah cara yang diambil oleh masing-mmasing orang dalam menyerap informasi baru dan sulit, bagaimana mereka berkonsentrasi, memproses dan menampung informasi yang masuk ke otak.
Richard Bandler, John Grinder, dan Michael Grinder, dalam karya mereka Neuro Linguistic Programming ( NLP ) mengemukakan bukti kuat bahwa secara umum kita memiliki ciri belajar yang dominan yaitu: visual, auditori dan kinestetik. Kemudian Ken Dunn dan Rita Dunn mengemukakan factor pendukung gaya belajar meliputi: Lingkungan, Emosional, Sosiologis, Fisiologis, dan psikologis.
Barbara Prashnig dalam bukunya The Power of Learning Styles menulis bahwa gaya belajar dipengaruhi juga oleh kerja otak. Dominasi kerja otak kiri menghasilkan gaya pemrosesan analitis sedangkan dominasi kerja otak kanan menghasilkan gaya pemrosesan holistis.
Penelitian para ahli pendidikan menemukan bahwa 3/5 gaya belajar bersifat genetis, sisanya ketekunan dan pengalaman.
Ada baiknya mulai dari sekarang kita lebih memperhatikan gaya belajar anak- anak kita . Dengan begitu potensi yang ada pada anak akan lebih berkembang dengan baik.Dalam makalah ini kami akan membahas tentang gaya belajar visual ( penglihatan ), auditori ( pendengaran ) dan kinestetik ( physical ) walaupun pada perkembangan selanjutnya terdapat gaya belajar nature (alamiah) dan conceptual.
Anak dengan gaya belajar visual cendrung lebih cepat menyerap informasi dengan melihat bagaimana guru menerangkan didepan kelas baik dengan alat Bantu tulisan, data maupun gambar. Anak seperti ini dinamakan visual learner.
Anak dengan gaya belajar auditori cendrung lebih cepat menyerap pelajaran dan berkonsentrasi bila mendengarkan guru menjelaskan didepan kelas dan sekaligus menjawab pertanyaan- pertanyaan yang diajukan.Anak seperti ini dinamakan auditori learner.
Anak dengan gaya belajar physical cendrung lebih cepat menyerap informasi bila ada alat Bantu dan aneka alat peraga.Anak seperti ini lebih bisa berkonsentrasi bila menggerakkan satu atau lebih bagian tubuhnya. Anak seperti ini dinamakan physical learner.
Ada sebuah ilustrasi menarik. Disebuah kelas nampak bu guru tengah asyik bercerita tentang metamorfosis kupu- kupu.Sesekali bu guru melontarkan pertanyaan- pertanyaan dan anak- anak bersahutan menjawab. Namun apa yang dilakukan Dio? Ia malah kelihatan asyik dengan permainan balok susun didepannya,seolah – olah tidak memperhatikan bu guru.Namun anehnya jika ditanya, ia mampu menjawab dan sesekali bibirnya tersenyum jika bu guru melontarkan gurauan.Anda pernah menemukan type anak seperti ini? Ini gambaran anak physical learner. Anak seperti ini terlihat tidak bisa duduk tenang. Selalu ada saja yang dipegang atau diotak- atik. Tetapi harus bisa dibedakan dengan ADHD atau gangguan pemusatan perhatian. Anak type physical learner tidak mengalami gangguan pemusatan perhatian dan tetap bisa berkonsentrasi, hanya gaya belajarnya saja yang menuntut ia untuk selalu bergerak.Adakalanya orang tua mendapati anaknya mengalami kegagalan dalam menyerap pelajaran disekolah. Jangan buru- buru mencap anak tersebut bodoh atau tidak cerdas. Mungkin saja gaya belajar si anak tidak sama dengan gaya mengajar guru dikelas. Guru tidak paham atau kurangnya pengetahuan mengenai gaya belajar. Hal ini menyebabkan potensi anak tidak optimal disekolah. Guru yang memiliki type visual/ auditori tentu akan merasa terganggu dengan anak didiknya yang memiliki gaya belajar kinestetik. Ibu guru menjadi tidak nyaman mengajar dikelas karena ruangan akan menjadi berisik dan tidak rapi.Pada akhirnya keluarlah unkapan bahwa si A nakal, tidak bisa diam, dsb. Namun apabila sang guru mengerti dan memahami gaya belajar anak didiknya tersebut, maka ibu guru akan memfasilitasi anak- anak tersebut dengan berbagai kegiatan fisik
Seperti diketahui gaya mengajar disekolah- sekolah di Indonesia pada umumnya lebih cenderung mengakomodasi anak- anak yang memiliki gaya pemrosesan analitis. Anak harus duduk tegak, tidak boleh bersuara,dituntut untuk serius memperhatikan guru saat menerangkan didepan kelas. Hal seperti ini tentu akan sulit diikuti oleh anak yang memiliki gaya pemrosesan holistic(dominan otak kanan). Mereka biasanya lebih santai dan tidak bisa duduk manis terlalu lama. Jadi perlu pemahaman dan pengetahuan bagi seorang guru dalam mendampingi anak didiknya disekolah.
Banyak studi yang menunjukkan bahwa dengan memahami gaya belajar anak maka akan menunjang keberhasilannya. Misalnya saja orang tua mengetahui bahwa anaknya tipe auditori , bukan berarti orang tua mengabaikan gaya belajar yang lain. Malah seharusnya dengan melihat kelebihan si anak, kita mencermati kekurangannya dengan memberikan stimulasi- stimulasi sehingga semuanya berimbang.
Cara terbaik untuk memberikan stimulasi belajar pada anak adalah memberi dukungan penuh pada minatnya dan menyediakan aneka ragam permainan edukatif untuk menunjang pembelajaran. Misalnya si anak merasa tidak mengerti dengan penjelasan bu guru tentang metamorfosis kupu- kupu, maka orang tua dapat membantu dengan diskusi dirumah. Kalau perlu menyediakan CD/ film dan berbagai alat peraga (stimulasi visual) dan menyediakan sarana untuk percobaan ( memelihara ulat dalam botol dan diamati sampai menjadi kupu- kupu)
Namun yang harus diwaspadai adalah kecenderungan orang tua yang mengetahui “kelebihan” anaknya akan menuntut terlalu berlebihan.Akibatnya anak mendapat tekanan lebih besar untuk menjadi yang terbaik. Hal ini tentu merugikan si anak sendiri.
Pada dasarnya perkembangan setiap anak butuh proses dan waktu dan pada akhirnya mereka akan mengembangkan gaya belajarnya sendiri. Tugas kita sebagai orang tua atau guru adalah memberikan dukungan, pemeliharaan dan perawatan proses tumbuh kembang anak.

Cibinong , Februari 2008
Ir. Akhir Winardi, SPsi. MM. ( ISPSI : 024.220672.PSI.2003 )
Psikolog dan Konsultan Pendidikan

PERSIAPAN ANAK MEMASUKI JENJANG SEKOLAH DASAR


Oleh : Kak Wien


Makin maraknya Sekolah Dasar di wilayah kita ini , menuntut kita lebih selektif memilihkan sekolah untuk anak- anak kita.

Semua sekolah tentu menawarkan program – program yang mereka unggulkan dari mulai fasilitas , sumber daya , materi , akreditasi dan sebagainya. Banyak orang tua bertambah bingung saat harus menentukan sekolah mana yang terbaik untuk anak – anak mereka.

Catatan penting yang perlu diperhatikan orang tua adalah :

1. Apakah sekolah itu jauh atau dekat dengan tempat tinggal kita.

2. Apakah program yang ditawarkan sekolah sesuai dengan anak – anak kita.

3. Apakah lingkungan sekolah mendukung anak – anak kita belajar dan berprestasi , juga cocok untuk bersosialisasi anak.

4. Apakah sumberdayanya ( Para pengajarnya ) Komunikatif dan familier.

5. Apakah ada tempat konsultasi orang tua mengenai perkembangan dan permasalahan yang dialami anak dan sifatnya berkala.

Lalu bagai mana mempersiapkan anak - anak kita selanjutnya, beberapa hal yang jadi pertimbangan antara lain :

1. Usia anak.

2. Study style.

3. Kondisi Emosional.

4. Pemahaman konsep.

Ad.1. USIA ANAK

Usia anak ternyata sangat berpengaruh terhadap perkembangan selanjutnya, terutama konsentrasinya dalam belajar. Paling tidak usia yang ideal anak masuk ke sekolah dasar adalah 6 tahun 2 bulan dengan kurikulum baru 2007 yang menuntut anak untuk lebih kreatif dan berpikir cepat.

Jika usia anak kita sudah melewati usia itu , berarti anak sudah siap mengikuti kegiatan belajar mengajar di tingkat sekolah dasar. Lalu bagaimana kalau usia anak belum mencapai itu ? Ada dua hal yang mestinya jadi perhatian kita sebagai orang tua kalau usia anak belum mencapai standar ketentuan yang ada.

a. Orang tua tidak terjebak di “ Academic skill ” paling tidak selama satu semester.

b. Komunikasi aktif selama tiga bulan pertama antara Anak , Guru dan Orang tua.

Ad. 2. STYLE ANAK

Pahami gaya belajar anak. Karena pada dasarnya kebutuhan belajar setiap anak berbeda. Jangan sampai orang tua tidak mengetahui kesulitan belajar anak disekolah. Perbedaan gaya belajar anak dengan sistem mengajar di sekolah akan menimbulkan dampak negatif pada anak. Ada 5 Style yang perlu jadi pertimbangan,

a. Visual Style.

b. Audio Style

c. Natural Style

d. Konseptual Style

e. Kinestetic style


Ad. 3. EMOSIONAL ANAK

Ketika anak kita memasuki lingkungan yang baru akan mengalami depresi ringan , terutama proses sosialisasi anak. Temani anak dan berusahalah menjadi sahabat bagi anak-anak kita.


Ad. 4. KONSEP ANAK

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah konsep yang telah ada pada diri anak – anak kita apakah sudah bisa diaplikasikan di sekalah atau di lingkungan barunya. Kalau belum kita sebagai orang tua harus berusaha memberikan pemahaman yang cukup terhadap anak - anak .

Demikian sekilas , hal –hal yang sekiranya perlu diperhatikan orang tua sebagai kesiapan kita melepas anak – anak ke jenjang selanjutnya.


*** Bina Kreatif 2008 ***

Peran Ayah Dalam Mengoptimalkan Emosional Anak

Sepanjang abad ke 20, peranan ayah dalam keluarga masih didominasi sebagai pencari nafkah atau penopang ekonomi keluarga. Sehingga ayah menjadi berarti ketika berhasil memiliki status dan mencapai karir tinggi dan mempunyai pendapatan yang banyak. Namun penelitian yang dilakukan diakhir abad 20 menunjukkan adanya pergeseran pandangan. Ayah tidak hanya menyediakan materi untuk membesarkan anak saja, tapi juga terlibat langsung dalam perawatan dan pengasuhan anak. Faktor penyebabnya antara lain pengalaman masa kecil yang penuh dengan kekerasan atau kurang terlibatnya ayah mereka terdahulu, sehingga para ayah tidak ingin mengulang hal yang sama pada anak- anaknya.

Didunia yang sarat dengan kompetisi, memaksa para ayah dan orang tua bekerja pada umumnya menggunakan sebagian besar waktunya untuk bekerja dan mengejar prestasi. Akibatnya, banyak para ayah yang semakin sulit menemukan waktu khusus bersama anaknya. Sejalan dengan perkembangan dunia yang semakin cepat dan bertambahnya tuntutan pekerjaan yang kompetitif, membuat beberapa perubahan dalam kehidupan sosial masyarakat. Keadaan ini dapat membawa masyarakat pada ketidak pekaan terhadap lingkungan sekitarnya. Salah satu cara untuk meminimalisir dampak negative tersebut adalah meningkatkan peran ayah dalam pengasuhan anak, mengupayakan peningkatan stabilitas sosial dan pencapaian dibidang akademis.

Penelitian menunjukkan bahwa kedekatan ayah dengan anaknya memberikan efek psikologis yang kuat pada anak. Hal ini tentu saja dapat mengoptimalkan kecerdasan emosional anak.Bahkan Michael E. Lamb dalam bukunya The Role Of The Father in Child Development mengatakan bahwa ayah ideal adalah ayah yang memiliki cukup waktu luang untuk keluarga ditengah kesibukan pekerjaan yang cukup padat.

Lagipula dilihat dari sudut pandang anak, pendekatan sang ayah sangat berbeda dengan cara pendekatan sang ibu. Para ayah cenderung melakukan aktivitas daripada sekedar mengobrol atau membicarakan sesuatu. Permainan yang dilakukan bersama ayah biasanya mengajarkan kompetisi yang dapat melatih kemampuan mental dan fisik anak untuk belajar mengeksplorasi dunia serta mengenal kemampuan tubuhnya. Para ayah cendrung mengajarkan sesuatu dengan cara praktek dalam mengembangkan ketrampilan gerak serta dalam memberikan batasan – batasan perilaku moral. Sangat berbeda sekali dengan pendekatan ibu yang lebih sering mengajarkan permainan yang penuh fantasi dan membutuhkan kerja sama. Atau dengan kata lain pola asuh ayah bersifat fisik dan berenergi, lebih bebas, spontan, santai dan simple. Sedangkan pola asuh ibu cenderung bersifat sosial dan emosional, lebih hati- hati dan serba “lurus”. Sehingga pola asuh ayah dapat menjadi penyeimbang pola asuh ibu di rumah.

Ketika seorang anak tenggelam dalam keasyikan bermain bersama ayah, maka segala hal yang menghambat komunikasi ayah- anak akan terbuka dengan sendirinya. Anak akan berani membuka diri mengenai masalah- masalahnya didepan ayah tanpa perlu merasa takut. Anak tidak hanya terbantu dalam mengembangkan persahabatan yang sehat dan mencapai prestasi akademik yang baik, tetapi juga menjadi orang dewasa yang baik kelak di kemudian hari. Anak menjadi lebih mudah bersosialisasi dan lebih berani mengemukakan pendapat, Selain itu anak dapat belajar cara- cara menyelesaikan masalah, kemandirian serta memiliki wawasan berpikir yang lebih luas.Tidak heran kalau dalam penelitian yang dilakukan Frank Pedersen, Ph.D dari National Institutes of Health di Amerika Serikat menunjukkan bahwa anak anak yang dekat dengan ayah akan mencapai nilai yang lebih tinggi pada tes kemampuan kognitif ketika ia besar.

Dalam hubungan ayah dengan anak, yang terpenting bukan jumlah waktunya, tetapi kualitas waktunya. Terutama jika waktu ayah sangat terbatas, para ayah perlu memastikan bahwa kesempatan bersama anak harus bermutu.

Pada umumnya para ayah memiliki pandangan yang berbeda terhadap anak laki- laki dan anak perempuannya. Mereka lebih cendrung bersikap “lunak” terhadap anak perempuan dengan alasan anak perempuan lebih tenang. Para ayah cenderung lebih ingin mengendalikan anak laki- lakinya. Sistem kerja otak laki- laki berorientasi spasial. Inilah yang membuat anak laki- laki lebih menyukai kegiatan yang membutuhkan energi fisik seperti kejar- kejaran, bermain bola, berpetualang, dll. Hal ini juga yang menyebabkan anak laki- laki cenderung kurang trampil dalam berbahasa verbal dan lambat dalam ketrampilan membaca dibandingkan dengan anak perempuan. Meskipun secara fisiologis dan system kerja otak anak laki- laki dan anak perempuan berbeda, mereka punya potensi kecerdasan yang sama. Disinilah peran penting ayah dibutuhkan, dengan memberikan kegiatan- kegiatan yang dapat merangsang dan memperkuat bagian- bagian lemah dan memberi rangsang pada potensi kecerdasan anak.

Kegiatan yang dapat dilakukan ayah bersama anaknya dapat terbagi menjadi tiga garis besar yaitu: Melakukan aktivitas sehari- hari, Berolah raga dan melakukan kegiatan bertualang, Bermain bersama anak.

Bertualang, dalam kegiatan ini anak akan terpenuhi kebutuhannya akan kegiatan yang membutuhkan spasial (ruang) dan melepaskan ketegangannya. Anak juga memperoleh rangsang dibidang kecerdasan naturalis atau cerdas alam.mereka belajar mengelompokkan benda, belajar menghitung(cerdas angka) dan mengasah kemampuan verbal (cerdas kata )

Berolah raga bersama, seperti main sepak bola atau sekedar lari pagi keliling komplek perumahan. Kegiatan seperti ini dapat melatih kecerdasan kinestetik dan spasial anak.

Membaca bersama atau menonton acara favorit bersama. Dengan membaca bersama anak terlatih mengenal huruf dalam rangka merangsang kecerdasan linguistuk, berlatih berhitung. Menonton film kesayangan bersama dapat menjadi media ayah untuk memasukkan nilai nilai moral yang baik.

Melakukan aktivitas sehari- hari, seperti mencuci mobil dapat melatih kerja sama, dan kemandirian.

Masih banyak kegiatan menarik yang dapat dilakukan para ayah bersama anak- anaknya. Namun yang perlu diingat bahwa anak sangat membutuhkan keterlibatan ayah secara langsung bukan sebagai penonton atau pengamat aktivitas anak. Sehingga diharapkan terjadi transfer emosional yang positif secara optimal dari ayah kepada anak- anaknya.


====== oo0 oo ======


Menanamkan Perilaku Disiplin Pada Anak Anda


Disusun oleh : Tim Bina Kreatif

Setiap orang tua pasti menyayangi anaknya dan berusaha sedapat mungkin untuk memberikan yang terbaik bagi anak- anaknya. Kita menginginkan anak – anak kita bersikap manis, baik, tidak menimbulkan masalah, dan mau menuruti perilaku disiplin yang kita terapkan dalam keluarga. Namun adakalanya anak – anak yang kita cintai ini bertindak tidak sesuai dengan harapan kita. Kondisi ini memicu konflik antara orang tua dan anak. Sebenarnya perilaku anak- anak ini wajar, karena mereka masih mengembangkan kecerdasan emosionalnya. Tugas orang tualah yang membimbing anak untuk mengetahui perbuatan mana yang benar dan mana yang salah. Para orang tua diwajibkan menjalankan aturan yang sama dalam proses pendisiplinan anak yaitu jangan sampai merusak suasana emosional anak.

Pada dasarnya disiplin adalah menemukan alternative yang efektif untuk menghukum.

Dalam upaya menegakkan disiplin, segala hal yang menimbulkan kemarahan harus dihindari. Sebaliknya segala sesuatu yang dapat meningkatkan rasa percaya diri dan rasa hormat terhadap diri sendiri dan diri orang lain harus terus dibina

Menegakkan disiplin pada anak membutuhkan keterampilan khusus yang tentu saja dapat dipelajari oleh semua orang tua khususnya kemampuan untuk memahami perasaan dan keinginan anak dan kemampuan untuk mengekspresikan suasana emosional. Ketika orang tua tidak terampil mengekspresikan perasaannya maka yang terjadi adalah orang tua cenderung menghukum dan mengecam anak. Orang tua seperti ini tidak memahami bahwa ucapan mereka bersifat merusak dan menyakiti hati anak. Akibatnya apa? Anak mulai membenci diri mereka sendiri dan orang tua mereka Anak menjadi suka melawan. Kalau ini dibiarkan berlarut – larut ada anak yang dikuasai hasrat untuk membalas dendam kepada orang tuanya.

Ada sebuah ilustrasi kecil tentang seorang anak bernama Andi yang masih duduk di kelas dua Sekolah Dasar. Pulang dari sekolah Andi menangis sambil berkata pada mamanya,” Aku tidak suka sama Bu Guru, masa tadi Bu Guru memarahi aku didepan teman – temanku. Katanya aku terlalu banyak ngobrol dikelas sehingga teman teman terganggu. Trus Bu Guru mennyuruh aku berdiri didepan kelas. Lamaaaaa …… sekali. Pokoknya aku tidak mau sekolah disana lagi!” Kontan saja mama Andi bingung dan spontan berkata” Kamu sih… tidak mau mendengarkan nasihat Bu Guru, ya pasti kena hukuman. Makanya lain kali kalau dikelas jangan kebanyakan ngobrol dong! Ikuti pelajaran dengan baik.” Sekilas percakapan seperti ini terlihat wajar. Tapi ternyata tanggapan ibu yang seperti ini sangat menyakitkan hati anak sehingga membuat anak merasa sangat bersalah dan menganggap dirinya tidak berguna. Pada saat seperti itu anak tidak butuh nasihat atau tanggapan kita terhadap perilakunya yang buruk. Yang mereka butuhkan hanya empati orang tua untuk bisa memahami perasaan mereka.

Penegakkan disiplin melalui hukuman, apapun itu bentuknya ( hukuman fisik, cemoohan, hinaan, kata- kata kasar) tidak akan bisa mencegah perilaku buruk seorang anak. Yang terjadi adalah si anak menjadi lebih terampil menghindari hukuman.

Orang tua dituntut untuk konsisten terhadap aturan yang telah dibuat. Ketika orang tua dan anak sepakat untuk tidak menonton TV pada saat menjelang maghrib sampai dua jam kedepan, maka aturan itu harus tetap dilaksanakan. Mungkin ayah tergoda untuk menonton berita, atau ibu ingin nonton sinetron. Ketika orang tua sendiri tidak konsisten terhadap aturan maka penegakan disiplin tidak akan berjalan. Begitu juga dengan penerapan hukuman yang diberikan keanak. Suatu saat ketika anak melanggar kesepakatan jam belajar karena terlalu banyak bermain. Maka sebagai orang tua kita wajib menegur dan mengarahkan anak. Hukuman yang diberikan bisa dengan cara mengurangi waktu bermain. Dan itu harus tetap dilaksanakan, jangan sampai kita melanggar aturan gara – gara kasihan melihat anak kita tidak bisa bergabung dengan teman – temannya.

Kadangkala sifat orang tua yang terlalu permisif dapat menjadi pemicu indisipliner pada anak. Permisif adalah sikap terlalu memanjakan anak dan mengikuti semua keinginan anak. Jadi orang tua dituntut untuk belajar mengatakan “tidak” secara tegas tapi dengan sabar, kasih sayang, dan berwibawa tanpa mengeluarkan nada marah. Hal ini dapat membantu anak untuk mengetahui batasan – batasan yang diperbolehkan dalam berbuat sesuatu.

Dalam mendisiplinkan anak- anak, kadang- kadang orang tua berusaha menghentikan tindakan yang tidak diinginkan namun tidak mau tahu apa yang mendorong anak melakukan tindakan tersebut. Jadi yang ada , orang tua cenderung menyalahkan dan menuduh. Hal inilah yang menimbulkan kebingungan pada anak. Apalagi disiplin diterapkan pada saat anak- anak paling tidak suka mendengarkan dan disampaikan dengan kata- kata yang dapat menimbulkan perlawanan.

Dalam pendekatan disiplin yang dianjurkan, saat orang tua mendisiplinkan anaknya , orang tua mengijinkan anak berterus terang tentang perasaan mereka, namun perlu memberikan batasan- batasan atas semua tindakan. Pembatasan dan larangan sebaiknya disampaikan dengan cara yang tidak menyinggung harga diri anak dan orang tua, tidak bersifat sewenang- wenang atau sembarangan.

. Proses pendidikan mewajibkan orang tua bersikap penuh kasih sayang, sabar dan berwibawa namun juga tegas. Bila orang tua sudah yakin dan tegas terhadap suatu larangan dan larangan itu disampaikan dengan bahasa yang tidak ofensif, biasanya anak- anak akan menurut dan menyesuaikan diri.

Penerapan disiplin yang dilakukan orang tua tidak terlepas dari seberapa besar orang tua menerapkan disiplin pada dirinya sendiri. Karena bagaimanapun juga anak- anak akan meneladani sikap orang tua dan nilai- nilai yang dibawa oleh orang tua.

******* bina kreatif *******

MEMAHAMI DAN MENCERMATI PERKEMBANGAN EMOSIONAL ANAK


( Memahami Tipe – tipe Emosional anak )

Setiap anak berbeda dan unik. Ada yang sulit,ada pula yang mudah beradaptasi. Masing - masing memiliki kelebihan dan kekurangan.

Pukul tujuh tepat, bel berbunyi. Beberapa anak termasuk Zaki berteriak, ”Horee” Zaki-lah anak pertama yang memilih tempat didekat pintu masuk kelas, tempat anak-anak berbaris sebelum masuk kelas. Beberapa anak berjalan mengikuti Zaki dan mengambil tempat dibelakangnya.

”Saya yang memimpin Bu Guru”! teriak Zaki sambil mengacungkan telunjuk tanpa diminta, Bu Guru memperbolehkan, dan dengan gembira Zaki maju dan menghadap kea rah teman-temannya. Ibunya yang memandang dari kejauhan, tertawa geli. Hanya dari kejauhan , karena Zaki memang tak mau ditunggui. ”Malu bu. Kata Ibu Guru, anak yang berani sekolah sendiri berarti mujahid. Zaki kan kepingin jadi mujahid. Kata ibu kalau mujahid itu pemberani seperti Satria Baja Hitam.”, begitu alasan si Zaki.

“Siaaap grak”! suara keras Zaki memipin barisan, termasuk Azzam . Bocah ini sebentar-sebentar menoleh mencari ibunya yang berdiri dibelakang barisan, takut ditinggal. Masih ada seorang anak yang tak mau ikut berbaris, masih menempel erat pada ibunya. Wajah Fira, anak itu, nampak sangat tegang. Ketika diajak berbaris oleh Bu Guru ia justru semakin erat mendekap ibunya. Terpaksa ibunya turut menyertainya, berdiri dalam barisan.

Ketika akhirnya anak-anak masuk kelas dan Bu Guru mulai bicara, ibu Fira terpaksa ikut jadi murid karena anaknya sama sekali tak mau beringsut darinya. Ibu Azzam cukup menunggu diluar kelas dekat jendela sehingga masih bisa terlihat kerudungnya oleh Azzam. Pernah sekali waktu ia mencoba pindah tempat. Begitu kerudung hilang dari pandangan Azzam, bocah itu langsung lari keluar mencarinya. Akhirnya ibu pun kembali duduk dekat jendela.

Lain lagi dengan ibu Zaki. Sejak dari rumah Zaki sudah wanti-wanti, ”Pokoknya ibu tidak usah nunggu Zaki”. Ketika ibunya mencoba mengintip dari jendela dan kebetulan terlihat oleh Zaki, si calon mujahid langsung keluar kelas dan marah pada ibunya.

Perilaku Zaki, Azzam, dan Fira sudah cukup mewakili gambaran karakter anak pada umunya. Zaki menjadi model anak yang mudah beradaptasi dengan lingkungan dan suka mencoba sesuatu yang baru. Anak-anak seperti ini biasanya diistilahkan sebagai anak yang “mudah”

Azzam tidak seberani Zaki. Untuk beradaptasi dengan lingkungan pun tidak segampang temannya itu. Model yang seperti ini disebut anak yang “Perlu waktu pemanasan”. Sebaliknya yang masih sangat takut seperti Fira diistilahkan anak yang “sulit”.

Anak yang Mudah

Anak-anak golongan ini biasanya penampilannya penuh keberanian dan terbuka. Tampil dan berbicara apa adanya. Mudah bergaul dengan orang-orang yang baru dikenalnya, lincah, serta banyak bicara. Mereka sama sekali tidak canggung berada dilingkungan yang baru. Bahkan beberapa dari anak-anak ini tergolong sangat aktif.

Secara sekilas orang tentu kagum. ”Enak punya anak seperti Zaki,” Komentar ibu-ibu. ”Tidak merepotkan,” tambah ibu yang lain. Memang tidak merepotkan, karena di rumah pun Zaki lebih banyak main keluar. Ada segudang teman-temannya yang biasa ia datangi rumahnya, satu persatu setiap hari. Ia pulang hanya untuk makan dan tidur saja. hanya sesekali ia mengajak teman-temannya bermain di rumah.

Tetapi ada kelemahan pula pada anak-anak golongan ini. Karena saking mudahnya beradaptasi, jadi terlalu sering berpindah tangan pengasuh. Ini buruk akibatnya bagi dirinya sendiri. Seminggu tinggal bersama nenek, baru pulang sebentar dijemput tantenya untuk dibawa selama 7 hari pula.

Setiap orang tak pernah punya pola asuh yang sama. Batasan, larangan, cara memerintah, cara membujuk hingga nilai-nilai yang disampaikan dari ibu, tante dan nenek tidak akan pernah sama. Bahkan ada kalanya bertolak belakang. Semua itu hanya akan membuat anak bingung hingga pada akhirnya mereka jadi sulit diberi pengertian.

Selain itu, karena sifat anak-anak ini yang suka mencoba hal yang baru, orang tua harus waspada terhadap barang-barang yang berbahaya. Zaki sendiri pernah mencoba memasukan jarinya ke dalam kipas angin yang sedang berputar di rumah temannya. Tentu saja luka yang ia bawa pulang.

Anak yang Perlu Pemanasan

Tidak terlalu berani, tidak pula penakut. Yang jelas ia perlu waktu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Setelah tenggang waktu tersebut, mereka telah memperoleh kepercayaan dirinya kembali ia juga bisa menjadi begitu berani seperti teman-temannya yang “ mudah”.

Dengan orang yang belum dikenal mereka hanya diam walaupun bukan berarti penakut. Tetapi setelah kenal mereka bisa saja segera akrab. Anak-anak ini perlu dorongan semangat dari orang tuanya. Mereka perlu diberi motivasi terlebih dahulu.

Tindakan orang tua yang terlalu memaksa bukan pemecahan masalah yang baik. Sering orang tua ingin anaknya menjadi pemberani seperti anak-anak “mudah”. Biasanya ketika anaknya masih menunjukan gelagat ragu-ragu atau takut, mereka menjadi gusar. Lantas keluarlah dari mulutnya omelan, sindiran atau bahkan ancaman. Lebih parah lagi bila memaksakan anak yang sedang dalam proses penyesuaian untuk segera melakukan yang diminta orang tua.

Waktu pemanasan yang dibutuhkan oleh anak untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan baru bisa dipersingkat dengan latihan-latihan. Sebelum anak dilatih dengan membawanya ke tempat-tempat baru baginya, Lebih baik bila diberi pengertian dan motivasi terlebih dahulu. Ini agar anak tidak terlalu terkejut dan susah sedikit mengenal lingkungan baru tersebut lewat cerita ibunya.

Cara lain adalah dengan meningkatkan keberaniannya secara umum. Misalkan dengan jenis permainan tertentu yang memacu tumbuhnya keberaniannya. Juga dengan memperluas sosialisasi dan proses pergaulannya yang alami dengan teman-teman sebayanya.

Anak yang Sulit

Anak ini sering makan hati orang tua. Membuat gemas, jengkel sekaligus malu. Bayangkan, kemanapun orang tua pergi , ia membuntut, baju ibu tak pernah lepas dari pegangan tangannya. Bila ada orang menyapa, ia justru menelusupkan wajah di sela-sela baju ibu, seakan – akan hendak masuk kedalamnya.

Itulah Fira, si kecil mungil yang lembut ini nampaknya sama sekali tak tertarik untuk ikut bermain bersama temannya. Ibunya heran, mengapa anaknya selalu mempunyai rasa takut dan khawatir yang berlebihan bila berada dilingkungan yang baru. Dengan orang-orang yang belum dikenalnya ia sama sekali tak mau bicara. Padahal dirumah, ditengah keluarga, Fira adalah gadis yang lucu. Wajahnya yang imut-imut, tingkahnya yang jenaka, serta bibir tipisnya tak berhenti menceritakan satu demi satu teman-teman barunya. Siapa yang tak heran.

Ketika tiba dihalaman sekolah ,Fira kembali berubah menjadi gadis penakut, pasif, dan pemalu yang terus minta ditemani ibu duduk di kelas. Itu berlangsung selama pekan pertama. Seminggu berikutnya ibu boleh menunggu di luar kelas tetapi harus sambil berdiri didekat jendela sehingga nampak dari dalam.

Didalam kelas pun, ia belum tertarik untuk berkomunikasi dengan tema-temannya pada minggu-minggu awal. Pertama kali ia mau ke depan kelas untuk bernyanyi setelah sebulan.

Satu - satunya yang bisa dilakukan orang tua terhadap anak seperti ini adalah bersabar menunggu waktu. Hanya waktu yang bisa menyelesaikannya. Tak ada gunanya capai-capai mendamprat, mengomel, atau ngotot memaksanya untuk jadi berani. Percuma, bikin sakit hati saja. Bahkan omelan, ejekan dan hinaan, dalam banyak kasus hanya akan menghilangkan rasa percaya diri si anak.

Banyak orang tua yang ingin menunjukkan kemampuan anak-anaknya didepan orang lain, Menjadi gregetan gara-gara si anak tiba-tiba diam seribu bahasa, pemalu, dan nampak bingung saat ditanyai macam-macam. Padahal semua pertanyaan bisa dijawab dengan lancer dirumah.

Kemudian terlontar kejengkelan ibu “ Oo…… Fira tidak pintar. Lihat itu Rini dan Linda……pintar……mau main sendiri. ” Atau, “ mama nggak mau belikan permen jika Ari tak mau berhitung 1-10.tuh, tante kepingin tahu kalau Ari sudah pintar. Ayo berhitung……dong.”

Adegan jadi nampak lucu. Sebenarnya anak-anak ini memang sudah tahu jawaban –jawaban dari aneka pertanyaan yang didengarnya. Tetapi mereka sedang malas menjawab, lantaran tak menyukai suasana yang seakan menilai dan menguji kepandaiannya. Yang sewot tentu saja orang tua karena merekalah yang sebenarnya ingin anaknya dipuji orang.

Penyebab utamanya perilaku yang “sulit” ini bisa karena factor kurangnya keberanian, kurangnya latihan bersosialisasi dengan lingkungan, bisa juga factor dari ketururnan. Cara mengurangi rasa kekhawatiran yang berlebihan terhadap lingkungan baru adalah dengan pembiasaan, pemberian pengertian, dan motivasi disamping meningkatkan keberanian secara umum.

Dari setumpuk kejengkelan yang harus dipendam orang tua menghadapi perilaku anaknya yang “sulit” ini, masih ada juga kelebihan yang mereka miliki. Sifat sulit beradaptasi dengan situasi yang baru membuat anak kerasan berada dirumah, senantiasa berada didekat ibunya.

Hubungan batin dengan ibu biasanya amat erat, sehingga lebih mudah bagi orang tua untuk mengarahkannya. Juga si anak tumbuh menjadi lebih sabar dan telaten, tidak terlalu lincah. Mudah diarahkan ke segi-segi kognisi, tetapi perkembangan keberaniannya bisa terhambat bila tidak segera ditangani perilakunya yang ketakutan secara berlebihan terhadap lingkungan baru.

Sengan artikel ini mudah – mudahan orang tua lebih memahami perkembangan anak- anak nya . Sukses ….

Bina Kreatif 2008

Layanan Konsultasi perkembangan anak :

Telp. 021 87987089 , HP 0815 185 3874 ( Devi / Nurul )

SEMINAR PSIKOLOGI ( Sasaran Orang tua dan pelaku Pendidikan)

SEMINAR PSIKOLOGI ( Sasaran Orang tua dan pelaku Pendidikan)
Tujuan : Memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada orang tua tentang perkembangan psikologi dan perkembangan emosional anak, sehingga bisa mencari solusi permasalahan anak dengan tepat.

"SMART Parenting Bina Kreatif Kids Care"

"SMART Parenting Bina Kreatif Kids Care"
"Sekolah yang baik adalah sekolah yang bisa meng-akumudir style dan potensi anak, jadi sekolah yang favorit menurut kebanyakan orang belum tentu baik untuk anak kita."Cuplikan dialog (Red)

KANTOR " BINA KREATIF "

KANTOR " BINA  KREATIF "
Alhamdulillah Kantor sekaligus tempat berbagi pengetahuan tumbuh kembang anak telah dioprasikan. Ingin Info lebih banyak silahkan Hubungi Management BKKC : 021 95192514 semoga banyak manfaatnya. Amin.

TEAM BINA KREATIF KIDS CARE

TEAM  BINA KREATIF KIDS CARE
Setiap anak memiliki kelebihan dan kekurangan masing - masing , tugas kita sebagai orang tua hanyalah membimbing , mengarahkan dan mendidiknya dengan baik. Kesabaran dalam mengasuh anak adalah kunci utama keberhasilan menjadikan anak - anak yang hebat , berakhlaq dan cerdas.
 

INFO 2009

INFO  2009

CONSULTING INFORMATION

CONSULTING  INFORMATION

INGIN KONSULTASI PSIKOLOGI

INGIN  KONSULTASI PSIKOLOGI